Teori Efektivitas Hukum



Terkait  dengan  efektivitas  hukum  yang  dihubungkan  dengan tipe    tipe  penyelewengan  yang  ter jadi  dalam  masyarakat,  perlu dicermati  bahwa  berlakunya  hukum  dapat  dilihat  dari  berbagai per spektif,  seperti    perspektif  filosofis,  yur idis  normative  dan sosiologis, perspektif filosofis, ber lakunya hukum jika sesuai dengan cita – cita  hukum.  Per spektif  yur idis  normatif,  berlakunya  hukum jika  sesuai  dengan  kaedah  yang  lebih  tinggi  (demikian  teori Stufenbau dari Hans Kelsen) atau terbentuknya sesuai dengan cara – cara yang ditetapkan (Demikian teori W-Ze  Ven  Bergen).  
Wiliam  J.  Chambliss  dalam  Soerjono  Soekanto,  artikel  yang berjudul “Effectiveness of Legal Sanction” di muat dalam Wisconsun Law Review Nomor 703, tahun 1967 yang telah membahas masalah pokok  mengenai  hukuman.  Tujuannya  adalah  memperlihatkan sampai  sejauh  manakah  sanksi    sanksi  tersebut  akan  dapat membatasi  ter jadinya  kejahatan.  Pembahasan  masalah  hukum, Roescoe Pound sebagaimana di kutip dalam  Otje Salman,  sebagai salah  satu  tokoh  dari  aliran  Sociological  Jurisprudence,   pokok pikirannya  berkisar  pada  tema  bahwa  hukum  bukanlah  suatu keadaan  yang  statis  melainkan  suatu  proses,  suatu  pembentukan hukum.[1]
Meneliti  efektivitas  hukum,  menjadi  relevan  memanfaatkan teori  aksi  (action  theory).  Teori    aksi  di  perkenalkan  oleh  Max Weber  kemudian  di  kebangkan  oleh  Talcot  Parson.  Menurut  teori aski perilaku adalah hasil suatu  keputusan subyektif dar i pelaku atau actor.  Dalam  bukunya  The  Structure  of  Social  Action.Person  mengemukkan  karakter istik tindakan  sosial (Social action)   sebagai berikut : 
1.    Adanya individu sebagai aktor
2.     Aktor di pandang sebagai pemburu tujuan – tujuan
3.    Aktor memilih cara, alat dan teknik untuk mencapai tujuan
4.    Aktor  berhubungan  dengan  sejumlah  kondisi    kondisi situasional  yang  membatasi  tindakan  dalam  mencapai  tujuan. Kendala tersebut  ber upa situasi dan  kondisi sebagian ada yang tidak dapat kendalikan oleh individu.
5.    Aktor berada di bawah kendala, norma -nor ma dan berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan tujuan.

Teori  aksi  dar i  M ax  Weher  dan  Parson,    relevan  dengan pendapat  Soerjono  Soekanto  tentang  efektivitas  hukum,  beliau menyatakan  ada  empat  faktor  yang  menyebabkan  seseorang berprilaku tertentu yaitu :
1.    Memperhatikan untung rugi
2.    Menjaga hubungan baik dengan sesamanya atau penguasa
3.    Sesuai dengan hati nuraninya dan 
4.    Ada tekanan – tekanan tertentu.[2]

Di  samping  faktor    faktor  tersebut  di  atas,  efektivitas berlakunya  hukum  juga  di  pengaruhi  oleh  dimensi  kaedah  hukum, yaitu berdasarkan penyampaian hukum itu sendiri. Mengenai hal ini ada beberapa dimensi yang menjadi indikator yaitu.
-       Dimensi  pertama  yaitu  bahwa  semakin  langsung  komunikasi tersebut,  makin  tepat  pesan  yang  ingin  di  sampaikan  kepada pihak- pihak tertentu. Misalnya apabila  A memberikan perintah secara  langsung  kepada B,  maka A dapat  memer iksa  langsung apakah pesannya   diter ima  dan  di menger ti oleh B atau tidak (pesan  tersebut  dapat  diulangi  dengan  segera,  apabila  B  tidak memahaminya).  Suatu  siaran  radio,  misalnya  mempunyai beberapa  keuntungan, oleh  karena dapat di dengar oleh beribu-ribu  pendengar  yang  bertempat  di  wilayah  yang  sangat  luas. Namun  pemberi  pesan  melalui  radio  tidak  dapat  mengawasi perilaku  atau  sikap  pendengar-  pendengarnya  secara  langsung dan  pada  saat  itu  juga.  Komunikasi  langsung  harus  dapat  di lakukan dalam masyarakat-masyarakat  kecil yang mendasarkan pola interaksinya pada komunikasi tatap muka
-       Dimensi  kedua  mencakup  r uang  lingkup  dari  kaedah  hukum tertentu,  semakin  luas  ruang  lingkup  suatu  kaedah  hukum, semakin banyak warga  masyarakat  yang terkena kaidah hukum tersebut. Suatu keputusan  yang diambil oleh sekelompok orang lam suatu ruangan tertutup, akan dapat mempengaruhi bagian terbesar  warga  suatu  masyarakat.  Hal  ini  juga  perlu diperhitungkan,  sehingga  pembentuk  hukum harus dapat  memproyeksikan sar ana – sarana yang di perlukan, agar kaidah hukum yang dirumuskannya mencapai sarana dan benar – benar di patuhi.
-       Dimensi  ketiga  adalah  masalah  dan  relevansi  suatu  kaidah hukum  semakin  khusus  ruang  lingkup  suatu  kaidah  hukum, semakin  efektif  kaidah  hukum  tersebut  dari  sudut  komunikasi. Apalagi  apabila  kekhususan  tersebut  di  sertai  dengan  dasar  – dasar  relevansinya  bagi  golongan    golongan  ter tentu  dalam masyarakat.  Di  dalam  dimensi  ini  juga  dapat  dimasukkan kejelasan bahasa, baik yang tertulis dalam kaidah hukum tertulis maupun bahasa lisan.
Efektivitas  berfungsinya  hukum  dalam  masyarakat,  erat  kaitannya  dengan  kesadar an  hukum  dar i  war ga  masyarakat  itu sendiri.   Ide tentang kesadaran  warga –  war ga  masyarakat sebagai dasar sahnya hukum positif tertulis yang dapat ketahui dari ajaran – ajaran  tentang  Rechysgeful  atau    Rechtsbewustzijn,   dimana  intinya adalah  tidak  ada  hukum  yang  mengikat  warga  -  warga  masyarakat kecuali  atas dasar kesadaran  hukum. Hal tersebut  merupakan suatu aspek dari kesadaran hukum, aspek lainnya adalah bahwa kesadaran hukum sering kali di kaitkan dengan penataan hukum, pembentukan hukum,  dan  efektivitas  hukum.    Aspek    aspek  ini  erat  kaitannya dengan  anggapan  bahwa  :  hukum  itu  tumbuh  bersama    sama dengan tumbuhnya masyarakat, dan menjadi kuat bersamaan dengan kuatnya  masyarakat,  dan  akhir nya  berangsur    angsur  lenyap  manakala suatu bangsa kehilangan kepribadian nasionalnya.

[1] Amirudding  dan  Zainal  Asikin,  2004  Pengantar  Metode  Penelitian  Hukum  PT.  Raja Grafindo Persada Jakarta, hal 135.
[2] Lili Rasjidi, dan Ira Rasjidi, 2001,  Dasar-dasar  Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung. hal. 78

Komentar

Postingan Populer