Teori Defferential Association atau Asosiasi Diferensial dalam Kriminologi
Pada hakikatnya, teori Differential
Association lahir, tumbuh dan berkembang dari kondisi sosial (social heritage)
tahun 1920 dan 1930 dimana FBI (Federal Bureau Investigation-Amerika Serikat)
memulai prosedur pelaporan tahunan kejahatan kepada polisi. Kemudian, sejak
diperhatikannya data ekologi mazhab Chicago (Chicago School) dan data
statistik, dipandang bahwa kejahatan merupakan bagian bidang sosiologi, selain
bidang biologi atau psikologi. Berikutnya, dalam masyarakat AS terjadi depresi
sehingga kejahatan timbul dari “product of situation, opportunity and of comes
values” (produk dari situasi, kesempatan dan nilai).
Untuk pertama kalinya, seorang ahli sosiologi
AS bernama Edwin H. Sutherland, tahun 1934, dalam bukunya Principles of
Criminology mengemukakan teori Differential Association. Bila dirinci lebih
detail, sebenarnya asumsi dasar teori ini banyak dipengaruhi oleh William I.
Thomas, pengaruh aliran Symbolic Interactionism dari George Mead, Park dan
Burgess dan aliran ekologi dari Clifford R. Shaw dan Henry D. McKay serta
Culture Conflict dari Thorsten Sellin.
Konkritnya, teori Differential Association
berlandaskan kepada : “Ecological and Cultural Transmission Theory, Symbolic
Interactionism dan Culture Conflict Theory”[1]
Teori Differential Association terbagi dua versi. Dimana versi pertama
dikemukakan tahun 1939, versi kedua tahun 1947. Versi pertama terdapat dalam
buku Principle of Criminology edisi ketiga yang menegaskan aspek-aspek berikut
:[2]
First any person can be trained to adopt and
follow any pattern of behavior which he is able to execute. (Pertama, setiap
orang akan menerima dan mengikuti pola-pola prilaku yang dapat dilaksanakan).
Second, failure to follow a prescribed
pattern of behavior is due to the inconsistencies and lack of harmony in the
influences which direct the individual. (Kedua, kegagalan untuk mengikuti pola
tingkah laku menimbulkan inkonsistensi dan ketidakharmonisan).
Third, the conflict of cultures is therefore
the fundamental principle in the explanation of crime. (Ketiga, konflik budaya
merupakan prinsip dasar dalam menjelaskan kejahatan).
Selanjutnya,
Edwin H. Sutherland
mengartikan Differential Association
sebagai “the contens of the patterns presented in association”. Ini tidak
berarti bahwa hanya pergaulan dengan penjahat yang akan menyebabkan perilaku
kriminal, akan tetapi yang terpenting adalah isi dari proses komunikasi dari
orang lain. Kemudian, pada tahun 1947 Edwin H. Sutherland menyajikan versi
kedua dari teori Differential Association yang menekankan bahwa semua tingkah
laku itu dipelajari, tidak ada yang diturunkan berdasarkan pewarisan orang tua.
Tegasnya, pola perilaku jahat tidak diwariskan tapi dipelajari melalui suatu
pergaulan yang akrab. Untuk itu, Edwin H. Sutherland kemudian menjelaskan
proses terjadinya kejahatan melalui 9 (sembilan) proposisi sebagai berikut :[3]
Criminal behaviour is learned. Negatively,
this means that criminal behaviour is not inherited. (Perilaku kejahatan adalah
perilaku yang dipelajari. Secara negatif berarti perilaku itu tidak
diwariskan).
Criminal behaviour is learned in interaction
with other persons in a process of communication. This communication is verbal
in many respects but includes also “the communication of gesture”. (Perilaku
kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam suatu proses
komunikasi. Komunikasi tersebut terutama dapat bersifat lisan ataupun
menggunakan bahasa tubuh).
The principle part of the learning of
criminal behaviour occurs within intimate personal groups. Negatively, this
means that the interpersonal agencies of communication, such as movies, and
newspaper, plays a relatively unimportant part in the genesis of criminal
behaviour. (Bagian terpenting dalam proses mempelajari perilaku kejahatan
terjadi dalam kelompok personal yang intim. Secara negatif ini berarti bahwa
komunikasi interpersonal seperti melalui bioskop, surat kabar, secara relatif
tidak mempunyai peranan penting dalam terjadinya kejahatan).
When criminal behaviour is learned, the
learning includes (a) techniques of committing the crime, which are sometimes
very complicated, sometimes very simple. (b) the specific direction of motives,
drives, rationalization and attitudes. (Ketika perilaku kejahatan dipelajari,
maka yang dipelajari termasuk : (a) teknik melakukan kejahatan, (b)
motif-motif, dorongan-dorongan, alasan-alasan pembenar dan sikap-sikap
tertentu).
The specific direction of motives and drives
is learned from definitions of the legal codes as favorable on unfavorable. In
some societies and individual is surrounded by persons who inveriably define
the legal codes as rules to be observed while in other he is surrounded by
person whose definitions are favorable to the violation of legal codes. (Arah
dan motif dorongan itu dipelajari melalui definisi-definisi dari peraturan
hukum. Dalam suatu masyarakat, kadang seseorang dikelilingi orang-orang yang
secara bersamaan melihat apa yang diatur dalam peraturan hukum sebagai sesuatu
yang perlu diperhatikan dan dipatuhi, namun kadang ia dikelilingi orang-orang
yang melihat aturan hukum sebagai sesuatu yang memberikan peluang dilakukannya
kejahatan).
A person becomes delinquent because of an
excess of definition favorable to violation of law over definitions unfavorable
to violation of law. (Seseorang menjadi delinkuen karena ekses pola-pola pikir
yang lebih melihat aturan hukum sebagai pemberi peluang melakukan kejahatan
daripada melihat hukum sebagai sesuatu yang harus diperhatikan dan dipatuhi).
Differention Association may vary in
frequency, duration, priority and intensity. (Asosiasi Diferensial bervariasi
dalam frekuensi, durasi, prioritas serta intensitasnya).
The process of learning criminal behaviour by
association with criminal and anticriminal patterns incloves all of the
mechanism that are involved in any other learning. (Proses mempelajari perilaku
jahat diperoleh melalui hubungan dengan pola-pola kejahatan dan mekanisme yang
lazimterjadi dalam setiap proses belajar secara umum).
While criminal is an expressions of general
need and values, it is not explained by those general needs and values since
non-criminal behaviour is an expression of the same needs and values.
(Sementara perilaku jahat merupakan ekspresi dari kebutuhan nilai umum, namun
tidak dijelaskan bahwa perilaku yang bukan jahat pun merupakan ekspresi dari
kebutuhan dan nilai-nilai umum yang sama).
Dengan diajukannya teori ini, Sutherland
ingin menjadikan pandangannya sebagai teori yang dapat menjelaskan sebab-sebab
terjadinya kejahatan. Dalam rangka usaha tersebut, Edwin H. Sutherland kemudian
melakukan studi tentang kejahatan White-Collar agar teorinya dapat menjelaskan
sebab-sebab kejahatan, baik kejahatan konvensial maupun kejahatan White-Collar.[4]
Terlepas dari aspek tersebut, apabila dikaji
dari dimensi sekarang, temyata teori Differential Association mempunyai
kekuatan dan kelemahan tersendiri. Adapun kekuatan teori Differential
Association bertumpu pada aspek-aspek :
Teori ini relatif mampu untuk menjelaskan
sebab-sebab timbulnya kejahatan akibat penyakit sosial ;
Teori ini mampu menjelaskan bagaimana
seseorang karena adanya/melalui proses belajar menjadi jahat ; dan Ternyata
teori ini berlandaskan kepada fakta dan bersifat rasional.
Sedangkan kelemahan mendasar teori ini
terletak pada aspek :
Bahwa tidak semua orang atau setiap orang
yang berhubungan dengan kejahatan akan meniru/memilih pola-pola kriminal. Aspek
ini terbukti untuk beberapa golongan orang, seperti petugas polisi, petugas
pemasyarakatan/penjara atau krimilog yang telah berhubungan dengan tingkah laku
kriminal secara ekstensif, nyatanya tidak menjadi penjahat.
Bahwa teori ini belum membahas, menjelaskan
dan tidak peduli pada karakter orang-orang yang terlibat dalam proses belajar
tersebut.
Bahwa teori ini tidak mampu menjelaskan
mengapa seseorang suka melanggar daripada menaati undang-undang dan belum mampu
menjelaskan causa kejahatan yang lahir karena spontanitas.
Bahwa apabila ditinjau dari aspek
operasionalnya ternyata teori ini agak sulit untuk diteliti, bukan hanya karena
teoritik tetapi juga harus menentukan intensitas, durasi, frekuensi dan
prioritasnya.
[1] Frank P. William III
dan Marilyn McShane, Criminological Theory, New Jersey Printice hall, Englewood
Cliffs , 1988, hlm, 49-50.
[2] Frank P. William III
dan Marilyn McShane, Criminological ..., Op.Cit., hlm. 51.
[3] Edwin H. Sutherland,
Criminology, Tenth Ed, J.B. Lippincot Company 1978, hlm. 80-82 vide pula:
Stuart H. Trauband Craig B. Little, Theories of Deviance, Third Edition, USA,
F.E.Peacock Publishers Inc., 1985, hlm 179-181
[4] Rose Giallombardo,
Juvenile delinquency, A. Book Readings, Second Edition, John Wiley and Sons
Inc., New York, 1972, hlm. 89 dan vide pula: I.S. Susanto, Kriminologi,
Fakultas Hukum Undip, Semarang, 1995, hlm. 61.


Komentar
Posting Komentar