Ruang Lingkup Restorative Justice Dalam Kebijakan Pidana



Upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan, dalam arti ada ketepaduan (integralis) antara politik kriminal dan politik sosial serta ada keterpaduan antara upaya penanggulangan kejahatan dengan penal dan non penal.[1]
Penegasan tentang perlunya upaya penanggulangan kejahatan diintergrasikan dengan keseluruhan kebijakan sosial dan perencanaan pembangunan terlihat juga dalam pernyataan Sudarto yang menyatakan bahwa apabila hukum pidana hendak digunakan sebagai sarana untuk menanggulangi kejahatan, maka penggunannya tidak terlepas dalam hubungan keseluruhan politik kriminal atau planning for social defence. Social Defence Planning ini pun harus merupakan bagian yang integral dari rencana pembangunan nasional.[2]
Beberapa kali konggres PBB mengenai Prevention of Crime and the tretment of Offender juga mengisyaratkan hal yang sama tentang perlunya penanggulangan kejahatan diintegrasikan dengan keseluruhan kebijakan sosial dan perencanaan pembangunan nasional, sehingga kebijakan penanggulangan kejahatan tidak banyak artinya apabila kebijakan sosial atau kebijakan pembangunan itu sendiri justru menimbulkan faktor-faktor kriminogen dan viktimogen.[3]
Bertitik tolak dari hal-hal tersbut di atas, G P. Hoefnagels menguraikan beberapa upaya penanggulangan kejahatan , yaitu;[4]
1.  penerapan hukum pidana (criminal law application);
2.  pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment);
3.  mempengaruhi pandangan masyarakat tentang kejahatan
4.  dan pemidanaan melalui media masa ( influencing views of society on crime and punishment/mass media)
Jadi, kalau dicermati pendapat G P. Hoefnagels di atas, dapat disimpulkan bahwa penanggulangan kejahatan secara umum dapat ditempuh melalui dua pendekatan yaitu penal  dan non  penal. Keduanya dalam fungsinya harus berjalan beriringan secara sinergis, saling melengkapi. 



[1] Barda Nawawi Arif, 2002, Op.Cit, hal. 3
[2] Sudarto, 1986, op.cit. hal. 96
[3] Barda Nawawi Arief, 2002, op.cit hal. 5-9. Pernyataan tersebut antara lain terlihat dalam konggres PBB ke-4 tahun 1970, Konggres PBB ke-5 tahun 1975, Konggres PBB ke-6 tahun 1980, Konggres PBB ke-7 tahun 1985 dan konggres PBB ke-8 tahun 1990 di Havana, Cuba, lihat juga Muladi, 1995, op.cit. hal. 9-11
[4] Muladi, 1995 op.cit hal. 48

Komentar

Postingan Populer