Revitalisasi Lembaga Kekaryaan Sebagai Poros Intelektual dan Profesionalisme Kader



Terbentuknya Lembaga Kekaryaan sebagai satu dari institusi HMI terjadi pada kongres ke-7 HMI di Jakarta pada tahun 1963 dengan di putuskannya mendirikan beberapa lembaga khusus (sekarang Lembaga Kekaryaan) dengan pengurus pusatnya ditentukan berdasarkan kota yang mempunyai potensi terbesar pada jenis anaktivitas lembaga kekaryaan yang bersangkutan diantaranya, (1) Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI) pusatnya di Surabaya, (2) Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam (LDMI) pusatnya di Bandung, (3) Lembaga Pembangunan Mahasiswa Islam (LPMI) pusatnya di Makasar, (4) Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam (LSMI) pusatnya di Yogyakarta.
Dan kondisi politik tahun enam puluhan yang berorientasi massa, lembaga kekaryaan pun semakin menarik bagi anggota sebagai satu faktor berkembang pesatnya lembaga kekaryaan ditunjukkan dari adanya hasil penelitian yang menginginkan dipertegasnya status lembaga Kekaryaan, struktur organisasi dan wewenang lembaga kekaryaan dan keinginan untuk menjadi lembaga kekaryaan otonomi penuh terhadap organisasi induk HMI.
Seiring perkembangan kader secara proporsional dan profesional berdasarkan pengembangan disiplin ilmu yang digeluti, tercatat telah banyak lembaga kekaryaan yang pernah ada dan berkembang dalam mengisi dinamika intelektual di HMI. Tercatat ada Lembaga Kesehatan Mahasiswa  Islam (LKMI), Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI), Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam (LDMI), Lembaga pendidikan Mahasiswa Islam (LAPENMI), Lembaga Pertanian Mahasiswa Islam (LPMI), Lembaga Teknologi Mahasiswa Islam (LTMI), Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam (LSMI), Lembaga Astronomi Mahsiswa Islam (LAMI), Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI), Lembaga Hukum Mahasiswa Islam (LHMI) dan Lembaga Penelitian Mahasiswa Islam (LEPMI).
Lembaga kekaryaan dapat dikatakan sebagai gerbong intelektual dan profesionalisme kader HMI, karena dalam lembaga kekaryaan, kader dapat mengasah intelektualitas berdasarkan disiplin ilmu yang digeluti dan lembaga kekaryaan dapat menjadi sarana metakomunikasi yang berlangsung di masyarakat indonesia, karena insan-insan yang terlibat dalam proses komunikasi sosial di negeri ini bersifat plural dan heterogen dan kebhinekaan budaya yang berkadar tinggi.[1] Lembaga kekaryaan dapat menjadi bagian vital dalam organisasi dalam rangka menopang pembangunan nasional, terutama pembinaan manusia indonesia seutuhnya, merupakan conditio sine qua non untuk mengkaji, menyelidiki, dan meneliti komunikasi di indonesia, sebagai kegiatan untuk menjawab tantangan-tantangan; gejolak ekonomi, kemelut politik, penetrasi budaya asing dan sebagainya.[2] Inilah yang menjadi dasar pemikiran sehingga mengapa lembaga kekaryaan yang berkembang dalam HMI dapat menjadi gerbong intelektual jikalau dijadikan icon intelektual kader dalam implementasi bermasyarakat. 
Dengan merevitalisasi Lembaga kekaryaan sebagai icon intelektual kader HMI dengan membawa semangat competitiveness berbasis jati diri bangsa sekiranya dapat melahirkan kader-kader yang mampu berkompetisi secara IPTEK dan menjadi poros terdepan dalam menghadapi Asean Global Impact. Sehingga PB HMI melalui kongres XXIX, kembali poros kebangkitan membawa gagasan revitalisasi lembaga kekaryaan menjadi salah satu skala prioritas sebagai bahan diskursus untuk bersama-sama melahirkan resolusi konkret dalam penguatan lembaga-lembaga kekaryaan yang belum maksimal mewarnai dinamika intelektual kader HMI. Karena dengan salah satu gagasan ideal inilah HMI mampu mereposisikan diri menjadi poros kebangkitan ditengah derasnya arus neoliberalism dan menjadi pintu gerbang intelektual dan profesionalisme kader dalam bersaing sebagai masyarakat ekonomi Asean.

[1] Jurnal ilmiah disampaikan pada forum sosial budaya, pusat penelitian dan pengabdian masyarakat, universitas islam nusantara, bandung, 8 februari 1985.
[2]  Onong uchjana effendy, dinamika komunikasi (Bandung, PT.Remaja Rosdakarya, 1992) Cet.II, Hlm.35.

Komentar

Postingan Populer