Pengertian Pidana
Sulit untuk memberikan suatu batasan terhadap pengertian
pidana. Ini disebabkan ruang lingkup pembahasan tentang pidana yang begitu
luas, sehingga sampai saat ini tidak ada definisi pidana yang bersifat konkrit
dan diikuti sebagai definisi yang diikuti oleh pakar-pakar hukum pidana.
Walaupun demikian pembatasan terhadap pengertian pidana tetap harus dilakukan
karena setidaknya pengetian umum dari pidana tersebut dapat diketahui. Karena
itu setiap pakar hukum pidana memiliki pengertian sendiri-sendiri terhadap
pidana tersebut. Pidana berasal dari kata straf
(belanda), yang pada dasarnya dapat dikatan sebagai suatu penderitaan (nestapa)
yang sengaja dikenakan/dijatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah
melakukan suatu tindak pidana. Istilah pidana juga biasa dikaitkan dengan
istilah hukuman karena pengertian straf
adalah hukuman. Tetapi walaupun demikian hukuman merupakan istilah umum yang
bersifat konvensional, dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena
istilah tersebut berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Sedangkan pidana
merupakan istilah yang lebih khusus[1].
Setidaknya pidana atau hukum pidana
merupakan bagian dari hukum publik karena itu memuat/ berisi ketentuan
ketentuan tentang [2]
:
1. Aturan
hukum pidana dan (yang dikaitkan/berhubungan dengan) larangan melakukan
perbuatan-perbuatan (aktif/positif maupun pasif/negatif) tertentu yang disertai
dengan ancaman berupa pidana (straf) bagi yang melanggar larangan itu.
2. Syarat-syarat
tertentu (kapankan) yang harus dipenuhi/ harus ada bagi si pelanggar untuk
dapat dijatuhkannya sanksi pidana yang diancamkan pada larangan perbuatan yang
dilanggarnya.
3. Tindakan
dan upaya-upaya yang boleh atau harus dilakukan negara melalui alat-alat
perlengkapannya (misalnya polisi,jaksa,hakim), terhadap yang disangka dan
idakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha negara menentukan,
menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya, serta tindakan dan
upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan oleh tersangka/terdakwa pelanggar
hukum tersebut dalam usaha melindungi dan mempertahankan hak-haknya dari
tindakan negara dalam upaya negara menegakkan hukum pidana tersebut.
Simons menabahkan pidana adalah kesemuanya perintah-perintah dan
larangan-larangan yang diadakan oleh
negara yang diancam oleh suatu nestapa ( pidana ) barang siapa yang tidak
menaatinya, kesemua aturan-aturan yang menentukan syarat-syarat bagi akibat
hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan untuk mengadakan (menjatuhi ) dan
menjalankan pidana tersebut. Sama halnya dengan Sudatro bahwa Simons memberikan
pengertian bahwa inti dari pidana adalah
suatu nestapa [3]. Sama halnya dengan Sudarto bahwa pidana
adalah nestapa yang diberikan oleh negara kepada seseorang yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang (Hukum Pidana), sengaja agar
dirasakan sebagai nestapa[4].
Pemberian nestapa tersebut diberikan kepada sipembuat kejahatan adalah untuk
membuatnya jera dan sadar bahwa apa yang dilakukannya itu adalah sesuatu yang
salah dan tidak dapat ditoleransi. Pelanggaran terhadap perundang-undangan akan
membuat anda mendapatkan sanksi yang setimpal terhadap apa yang dia
perbuat.
Hampir sama dengan keduanya, Van Hammel
memberikan definisi bahwa pidana merupakan suatu penderitaan yang
bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh
kekuasaan yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama negara
sebagai penanggung jawab dari ketertiban hukum umum bagi seorang pelanggar,
yakni semata-mata karena orang tersebut telah melanggar suatu peraturan hukum
yang harus ditegakkan oleh negara. sedangkan
Muladi[5]
memberikan definisi terhadap pidana itu sendiri adalah penyerukan untuk tertib
; pidana pada hakikatnya mempunyai dua tujuan utama yakin mempengaruhi tingkah
laku dan untuk menyelesaikan konflik. Penulis beranggapan bahwa muladi mengatakan seperti begitu karena
seandainya Pidana itu tidak ada, dalam artian sanksi pidana maka setiap manusia
dalam bertingkah laku akan tidak terkendali sehingga mudah muncul konflik yang
mengakinatkan perselisihan yang amat panajan dan bias saja menimbulkan korban
akibat hal tersebut. Dengan adanya pidana, masyarakat akan lebih terkontorol
dan akan takut melakukan hal-hal yang melanggar dari hukum pidana tersebut.
Sebenarnya bahwa pada hakikatnya kalau
kita melihat secara metode, bahwa hukum pidana tersebut terbagi dua, yaitu
hukum pidana materill dan formil. Hukum pidana materill berarti isi atau
substansi hukum pidana itu sendiri. Disini pidana bermakna abstrak atau dalam
keadaan diam. Sedangkan hukum pidana formil adalah lebih bersifat nyata atau
konkrit. Biasanya hukum pidana formil ini disebt dengan hukum acara pidana [6](Andi
Hamzah, 2008 : 1-2)
Terakhir, menurut hemat penulis,bahwa
pidana itu mengandung beberapa unsur, yaitu
1. Pengenaan penderitaan atau nestapa atau
akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan
2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang
atau badan yang mempunyai kekuasaan (berwenang)
3. Pidana
itu dikenakan kepada orang yang telah melakukan tindak pidana menurut
undang-undang.
[1] Suparni, Niniek, 2007, Eksistensi
Pidana Denda dalam Sistem Sistem Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika,
Jakarta. Hal.11
[2] Chazawi, Adami, 2002, Pelajaran
Hukum Pidana 1 Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan &
Batas Berlakunya Hukum Pidana, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Hal. 2
[3]
Moeljatno,
2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta. Hal. 8
[4]
Niniek Suparni, op.cit hal. 11
[5]
Ibid.
[6]
Andi
Hamzah, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta. Hal. 1-2
Komentar
Posting Komentar