Pengertian Kebijakan Dalam Pandangan Hukum
Istilah
kebijakan ditransfer dari bahasa Inggris: “policy”
atau dalam bahasa Belanda: “Politiek”
yang secara umum dapat diartikan sebagai prinsip-prinsip umum yang berfungsi
untuk mengarahkan pemerintah (dalam arti luas termasuk pula aparat penegak
hukum) dalam mengelola, mengatur, atau menyelesaikan urusan-urusan publik,
masalah-masalah masyarakat atau bidang-bidang penyusunan peraturan
perundang-undangan dan pengaplikasian hukum/peraturan, dengan suatu tujuan
(umum) yang mengarah pada upaya mewujudkan kesejahteraan atau kemakmuran
masyarakat (warga negara).[1]
Selain
rumusan seperti di atas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, memberi istilah
“Politik” sebagai berikut;[2]
· pengetahuan
mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti sistem pemerintahan,
dasar-dasar pemerintahan);
· segala
urusan dan tindakan (kebijakan, siasat dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara
atau terhadap negara lain;
· cara
bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah), kebijakan.
Sutan
Zanti Arbi dan Wayan Ardana, menterjemahkan “policy”
dengan istilah “kebijakan”. yaitu
suatu keputusan yang menggariskan cara yang paling efektif dan paling efisien
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan secara kolektif.[3]
Menurut
Barda Nawawi Arif , istilah “kebijakan”
berasal dari kata “politic”, “politics”
dan “policy” (Inggris) atau “politiek” (Belanda). Politik berarti “acting of judging wisely, prudent”,
jadi ada unsur “wise” dan “prudent” yang berarti bijaksana. “Politics” berarti “the science of the art of government”. Policy berarti a) Plan of action, suatu perencanaan untuk melakukan
suatu tindakan dari negara, b) art of
government, dan c) wise conduct.[4]
Selain
itu, Al Wisnusubroto secara umum mengartikan “policy” sebagai prinsip-prinsip umum yang berfungsi untuk
mengarahkan pemerintah (dalam arti luas termasuk pula aparat penegak hukum)
dalam mengelola, mengatur atau menyelesaikan urusan urusan publik,
masalah-masalah masyarakat atau bidang-bidang penyusunan peraturan
perundang-undangan dan pengaplikasian hukum/peraturan, dengan suatu tujuan
(umum) yang mengarah pada upaya mewujudkan kesejahteraan atau kemakmuran
masyarakat (warga Negara).[5]
Menurut
Romli Atmasasmita, bahwa perekat untuk menjadi satu bangsa (one nation) adalah
selain ideologi, juga komitmen dan solidaritas dari elemen bangsa untuk tetap
menjadi satu, dan tidak terpecah-pecahkan atau tidak mau dipisah-pisahkan
(divide et impera); yang diperkuat unsur kewilayahan dan diakui menurut hukum
internasional.
Sedangkan
perekat menjadi satu bangsa dunia atau “international community” adalah
kesadaran akan kebersamaan dalam cita-cita dan komitmen untuk mencapai
kesejahteraan dan keadilan sebagai pasangan yang memiliki ketergantungan satu
sama lain. Tidak ada kesejahteraan tanpa keadilan dan sebaliknya pula tidak
akan ada keadilan tanpa kesejahteraan.[6]
Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri bangsa
(The Founding Fathers), merupakan dasar fundamental pengaturan kehidupan
berbangsa dan bernegara, menyiratkan sebuah cita-cita dan tujuan bersama hidup
berbangsa dan bernegara. Cita-cita atau tujuan hidup berbangsa dan bernegara
Indonesia adalah terwujudnya suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Ini berarti, bahwa puncak dari cita-cita kehidupan berbangsa dan
bernegara adalah merealisasikan sila kelima Pancasila dengan bertumpu pada
empat sila sebelumnya.[7]
Untuk
merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia tersebut di atas, kemudian
diimplementasikan dalam bentuk berbagai kebijakan lanjutan yang ditetapkan/
dirumuskan sebagai kebijakan sosial. Selanjutnya “kebijakan sosial” dapat
diartikan sebagai segala usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat dan sekaligus mencakup perlindungan masyarakat. Jadi, di dalam
pengertian sosial policy sekaligus tercakup di dalamnya social welvare policy
dan social defence policy.[8]
Selanjutnya,
berbagai kebijakan sosial yang bersifat organik ini (sebagai sarana
pengejawantahan/ penjabaran lebih lanjut) dapat diidentifikasi dari
ketentuan-ketentuan yang tertuang di dalam Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945
serta Penjelasannya yang dioperasionalisasikan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan. Kerangka dasar dan tujuan utama dari cita-cita bangsa dan
negara Indonesia sebagaimana tertuang dalam berbagai peraturan itulah yang
kemudian dikenal dengan istilah “politik hukum”.
Menurut
Sudarto, “politik hukum” adalah sebagai berikut:[9]
usaha untuk mewujudkan
peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi masyarakat pada
suatu saat. kebijakan dari badan-badan yang berwenang untuk menetapkan
peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk
mengekspresikan yang terkandung dalam masyarakat dan mencapai yang
dicita-citakan.
Selain
itu, menurut Solly Lubis, Politik hukum adalah kebijakan politik yang
menentukan peraturan hukum apa yang seharusnya berlaku mengatur berbagai hal
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.[10]
Berdasarkan
hal-hal tersebut di atas, politik hukum yang terdapat dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 adalah Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Jadi
jelas, bahwa kerangka dasar dan tujuan utama dari kebijakan sosial bangsa dan
negara Indonesia adalah mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tertuang di
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia, mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pembukaan
UUD 1945, pada hakikatnya terdapat rumusan dasar mengenai kebijakan sosial
(sosial policy) yang terdiri dari kebijakan untuk mensejahterakan masyarakat
(social welvare policy) dan kebijakan perlindungan masyarakat social defence
policy.
[1]
Lihat: Henry
Campbell Black, et.al.,ed., Black’s Law Dictionary, Fifth Edition, St.
Paulminn West Publicing C.O., 1979, hal1041, antara lain disebutkan bahwa
Policy merupakan: The general principles by which a government is guided in its
management of pullic affairs, or the legislature in its measures … this term,
as applied to a law, ordinance, or rule of law, denotes, its general purpose or
tendency considered as directed to the welfare or prosperity of the state
community”.
[2]
Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional edisi ketiga, 2002, hal. 780
[3] Sutan Zanti Arbi dan Wayan Ardana , Rancangan Penelitian Kebijakan Sosial,
Pustekkom Dikbud dan Rajawali, Jakarta 1984: hal 65
[4] Barda Nawawi Arief, Kebijakan Kriminal (Criminal Policy),
Bahan Penataran Kriminologi, FH Universitas Katolik Parahyangan , Bandung
tanggal 9-13, hal. 780
[5]
Al. wisnusubroto, Kebijakan Hukum Pidana Dalam
Penanggulangan Penyalahgunaan Komputer, Universitas Atmajaya,
Yogyakarta, 1999, halaman 10
[6] Romli Atmasasmita, Hubungan Negara Dan Masyarakat Dalam Konteks
Perlindungan Hak Asasi Manusia, Makalah, disampaikan
pada Seminar Dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional VIII,
diselenggarakan oleh DEPKEH HAM, Bali, 14 – 18 Juli 2003
[7]
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea ke-IV
[8]
M.
Hamdan, Politik Hukum Pidana, Rajawali Press, Jakarta:1997, hal 23
[9]
Sudarto. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni,
Bandung 1991:hal. 159. Lihat pula, Sudarto.
Hukum
Pidana dan Perkembangan Masyarakat. Sinar Baru, Bandung 1993 hal.
20
[10]
Solly Lubis,
Serba-serbi Politik Hukum, Mandar Maju, Bandung, 1989, hal. 49
Komentar
Posting Komentar