Pengertian dan Ruang Lingkup Kriminologi
Terminologi atau istilah kriminologi pertama
kali dipergunakan antropolog Prancis, Paul Topiward dari kata crimen
(kejahatan/penjahat) dan logos (ilmu pengetahuan). Kemudian Edwin H. Sutherland
dan Donald R. Cressey menyebutkan kriminologi sebagai :
“.... the body of knowledge regarding
delinquency and crime as social phenomenon. It includes within its scope the
process of making law, the breaking of laws, and reacting to word the breaking
of laws ...”[1]
Melalui optik tersebut maka kriminologi
berorientasi pada:[2] Pertama, pembuatan hukum
yang dapat meliputi telaah konsep kejahatan, siapa pembuat hukum dengan
faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan hukum. Kedua, pelanggaran
hukum yang dapat meliputi siapa pelakunya, mengapa sampai terjadi pelanggaran
hukum tersebut serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ketiga, reaksi
terhadap pelanggaran hukum melalui proses peradilan pidana dan reaksi
masyarakat.
Kemudian dalam perkembangannya, guna membahas
dimensi kejahatan/penjahat, dikenal teori-teori kriminologi. Menurut Williams
III dan Marilyn McShane[3]
teori itu diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu :
Pertama, golongan teori
abstrak atau teori-teori makro (macrotheories). Pada asasnya, teori-teori dalam
klasifikasi ini mendeskripsikan korelasi antara kejahatan dengan struktur
masyarakat. Termasuk ke dalam macrotheories ini adalah teori Anomie dan teori
Konflik.
Kedua, teori-teori mikro
(microtheories) yang bersifat lebih konkret. Teori ini ingin menjawab mengapa
seorang/kelompok orang dalam masyarakat melakukan kejahatan atau menjadi
kriminal (etiology criminal). Konkritnya, teori-teori ini lebih bertendensi
pada pendekatan psikologis atau biologis. Termasuk dalam teori-teori ini adalah
Social Control Theory dan Social Learning theory.
Ketiga, Beidging Theories
yang tidak termasuk ke dalam kategori teori makro/mikro dan mendeskripsikan
tentang struktur sosial dan bagaimana seseorang menjadi jahat.
Namun kenyataannya, klasifikasi teori-teori ini
kerap membahas epidemiologi yang menjelaskan rates of crime dan etiologi pelaku
kejahatan. Termasuk kelompok ini adalah Subculture Theory dan Differential
Opportunity Theory.
Selain klasifikasi di atas, Frank P. William
III dan Marilyn McShane[4]
juga mengklasifikasikan berbagai teori kriminologi menjadi 3 (tiga) bagian
lagi, yaitu:
1.
Teori
Klasik dan Teori Positivis
Asasnya, teori klasik
membahas legal statutes, struktur pemerintahan dan hak asasi manusia (HAM).
Teori positivis terfokus pada patologi kriminal, penanggulangan dan perbaikan
perilaku kriminal individu.
2.
Teori
Struktural dan Teori Proses
Teori struktural
terfokus pada cara masyarakat diorganisasikan dan dampak dari tingkah laku.
Teori struktural juga lazim disebut Strain Theories karena, “Their assumption
that a disorganized society creates strain which leads to deviant behavior”.
Tegasnya, asumsi dasarnya adalah masyarakat yang menciptakan ketegangan dan
dapat mengarah pada tingkah laku menyimpang. Sementara teori Proses, membahas,
menjelaskan dan menganalisis bagaimana orang menjadi penjahat.
3.
Teori
Konsensus dan Teori Konflik
Teori Konsensus
menggunakan asumsi dasar bahwa dalam masyarakat terjadi konsensus/ persetujuan
sehingga terdapat nilai-nilai bersifat umum yang kemudian disepakati secara bersama.
Sedangkan teori konflik mempunyai asumsi dasar yang berbeda yaitu dalam
masyarakat hanya terdapat sedikit kesepakatan dan orang-orang berpegang pada
nilai pertentangan. Selain itu, sebagai perbandingan John mengklasifikasikan teori-teori
kriminologi menjadi :
Teori-teori Under
Control atau teori-teori untuk mengatasi perilaku jahat seperti teori
Disorganisasi Sosial, teori Netralisasi dan teori Kontrol Sosial. Pada asasnya,
teori-teori ini membahas mengapa ada orang melanggar hukum sedangkan kebanyakan
orang tidak demikian.
Teori-teori Kultur,
Status dan Opportunity seperti teori Status Frustasi, teori Kultur Kelas dan
teori Opportunity yang menekankan mengapa adanya sebagian kecil orang menentang
aturan yang telah ditetapkan masyarakat dimana mereka tinggal/hidup.
Teori Over Control
yang terdiri dari teori Labeling, teori Konflik Kelompok dan teori Marxis.
Teori-teori ini lebih menekankan pada masalah mengapa orang bereaksi terhadap
kejahatan.
Dari klasifikasi di
atas, dapat ditarik konklusi bahwa antara satu klasifikasi dengan klasifikasi
yang lain tidaklah identik/sama. Aspek ini teoritisi utama (dramatis personal)
yang mencetuskannya. Selain itu, pengklasifikasian teori juga dipengaruhi
adanya subyektivitas orang yang melakukan klasifikasi sehingga relatif
menimbulkan dikotomi dan bersifat artifisial.
[1]
Edwin H.
Sutherland dan Donald R. Cressey, Principles of Criminology, New York
Lippincontt Company, New York, 1974, hlm. 3, dan Lilik Mulyadi, Kapita Selekta
Hukum Pidana, Kriminologi dan Victimologi, Penerbit PT Djambatan, Jakarta,
2007, hlm. 111-112.
[2]
Lilik Mulyadi,
Bunga Rampai Hukum Pidana Perspektif, Teoretis Dan Praktik, Penerbit PT Alumni,
Bandung, 2008, hlm. 317-318 dan Lilik Mulyadi, Kapita Selekta Hukum...., Ibid.,
hlm. 110.
[3]
Frank P.
William III dan Marilyn McShane, Criminological Theory, New Jersey Printice
hall, Englewood Cliffs , 1988, hlm. 4.
[4] Frank P. William III
dan Marilyn McShane, Criminological ..., Ibid., hlm. 6
Komentar
Posting Komentar