Model Model Wanprestasi dan Doktrin Pelaksanaan Kontrak



Ada berbagai model bagi para pihak yang tidak memenuhi prestasinya walaupun sebelumnya sudah setuju untuk dilaksanakannya. Model-model wanprestasi tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi;
2.      Wanprestasi berupa terlambat memenuhi prestasi;
3.      Wanpresatsi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi.

Dalam hal wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi dalam hukum kontrak dikenal dengan suatu doktrin yang disebut dengan “Doktrin Pemenuhan Prestasi Substansial” (Substansial Performance). Yang dimaksud dengan “Doktrin Pemenuhan Prestasi Substansial” adalah suatu doktrin yang mengajarkan bahwa sungguhpun satu pihak tidak melaksanakan prestasinya secara sempurna, tetapi jika dia telah melaksanakan prestasinya tersebut secara substansial, maka pihak lain harus juga melaksanakan prestasinya secara sempurna. Apabila suatu pihak tidak melaksanakan prestasinya secara substansial, maka disebut telah tidak melaksanakan kontrak secara “material” (material breach).

Pelaksanaan substansial performace terhadap kontrak yang bersangkutan, tidaklah berlaku lagi doktrin exceptio non adimpleti contractus, yakni doktrin yang mengajarkan bahwa apabila suatu pihak tidak melaksanakan prestasinya, maka pihak lain dapat juga tidak melaksanakan prestasinya.

Sebagai contoh, jika seorang kontraktor mengikat kontrak dengan pihak bouwheer untuk mendirikan sebuah bangunan, misalnya dia hanya tinggal memasang kunci bagi bangunan tersebut sementara pekerjaan-pekerjaan lainnya telah selesai dilakukannya, maka dapat dikatakan dia telah melaksanakan kontrak secara substansial. Sementara kunci yang tidak dipasang pada bangunan tersebut bukan berarti dia telah tidak melaksanakan kontrak secara ”material” (material breach).

Akan tetapi tidak terhadap semua kontrak dapat diterapkan doktrin pelaksanaan kontrak secara substansial. Untuk kontrak jual beli atau kontrak yang berhubungan dengan tanah misalnya, biasanya doktrin pelaksanaan kontrak secara substansial tidak dapat diberlakukan.

Untuk kontrak-kontrak yang tidak berlaku doktrin pemenuhan prestasi secara substansial, berlaku doktrin pelaksanaan prestasi secara penuh atau sering disebut istilah-istilah sebagai berikut :
1.      Strict Performance rule; atau
2.      Full Performance rule; atau
3.      Perfect tender rule.

Berdasarkan doktrin pelaksanaan kontrak secara penuh ini, misalnya seorang penjual menyerahkan barang yang tidak sesuai (dari segala aspek) dengan kontrak, maka pihak pembeli dapat menolak barang tersebut. Dalam diagram berikut ini terlihat bagaimana pemenuhan prestasi dalam kontrak dalam berbagai kemungkinan yuridisnya.

Pemberlakuan doktrin pelaksanaan kontrak secara substansial, membawa konsekuensi untuk mengetahui apakah tidak terlaksananya kontrak merupakan “material” atau tidak, maka masalahnya sangat relatif dan dalam praktek sangat ditentukan oleh kebijaksanaan hakim, biasanya diberlakukan beberapa kriteria dasar sebagai berikut :

(1)    Kelayakan kompensasi
Dalam hal ini akan dilihat apakah tersedia kompensasi yang cukup memuaskan terhadap pihak yang dirugikan karena wanprestasi. Apabila tidak cukup baik tersedia kompensasi atau menghitung ganti rugi, maka pelaksanaan kontrak substansial akan sulit diakui. Jadi dalam hal yang demikian, pelaksanaan kontrak akan dianggap tidak substansial, sehingga dianggap telah terjadi ketidak terlaksanaan kontrak yang material (material breach).

(2)    Hilangnya keuntungan yang diharapkan
Dalam hal ini, semakin besar keuntungan yang hilang dari adanya pelaksanaan kontrak yang tidak sempurna, semakin besar pula kemungkinan wanprestasi yang material terhadap kontrak yang bersangkutan. Sehingga kalau kerugian kepada yang dirugikan tersebut besar, sulit dikatakan terjadi pelaksanaan kontrak substansial.

(3)    Bagian kontrak yang dilaksanakan
Untuk dapat dikatakan bahwa pihak tertentu telah melaksanakan kontraknya secara substansial, dapat diukur dari bagian prestasi yang telah dilakukan. Semakin besar bagian prestasi yang telah dilakukan, semakin besar kemungkinan substansialnya pelaksanaan kontrak yang bersangkutan.

(4)    Kesengajaan untuk tidak melaksanakan kontrak
Apabila ada bagian kontrak yang tidak dilaksanakan dengan unsur kesengajaan (bukan karena kelalaian atau sebab-sebab lain yang mengandung unsur itikad baik), unsur kesengajaan mana biasanya terlihat dari dengan sengaja mengabaikan kontraknya, atau dengan sengaja memasang material yang tidak memenuhi standar, dapat dikatakan bahwa dia belum melaksanakan kontrak secara substansial.

(5)    Kesediaan untuk memperbaiki prestasi
Jika pihak yang melakukan wanprestasi dapat memperbaiki dan punya keinginan untuk memperbaiki prestasinya, maka dalam hal yang demikian dapat dianggap tidak terjadi bukan wanprestasi yang bersifat material (material breach).

(6)    Keterlambatan melaksanakan prestasi
Keterlambatan dalam melaksanakan prestasi umumnya tidak dengan keterlambatan tersebut akan sangat merugikan pihak lain.

Komentar

Postingan Populer