Presiden Terpilih ; Melawan atau Tunduk Di Bawah Kaki Neoliberalisme

Indonesia sebagai Negara demokrasi telah kembali menghadirkan pemimpin baru indonesia tepatnya pada tanggal 21 agustus 2014 keputusan Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa menolak segala gugatan Prabowo-Hatta yang merupakan rival dari presiden-wapres terpilih Jokowi-JK. Keputusan yang bersifat final dan mengikat ini telah memperjelas pemegang tambuk kekuasaan indonesia di lima tahun kedepan. Jokowi sebagai presiden terpilih yang merupakan produk behavior wong cilik akan memikul tanggung jawab yang sangat berat, khususnya dalam hal desain komunikasi politik luar negeri Indonesia.
                     
Desainan komunikasi politik luar negeri sangatlah penting karena Indonesia sebagai bagian dari poros tengah Negara-negara Asia Tenggara yang dikenal dengan ASEAN yang telah memasuki babak baru dalam hal kerjasama ASEAN Community 2015 yang dimana tiga pilar utama yaitu Human Security Community, Economic Community, Socio-cultural Community menjadi konsentrasi antar Negara Asia Tenggara. Sekiranya ini menjadi peluang menuju Indonesia emas 2045 jika desain komunikasi politik luar negeri Indonesia memiliki blueprint yang strategis, tetapi sebaliknya ASEAN Community 2015 akan menjadi gerbang kehancuran Indonesia jika saja tidak mampu regulasi strategis dalam setiap theath ‘ancaman’ Asean Global Impact.

Secara analisis, perkembangan ASEAN memang menunjukkan proses yang signifikan sejak tahun 1967, namun hal tersebut belum tentu menjanjikan peluang bagi Indonesia dalam controlling economic-politic ASEAN Communty 2015. Beberapa pandangan internasional kembali memberi respon ganjil dengan kemunculan komunitas ASEAN Commnty 2015 ini. Jones dan Smith dalam tulisannya ‘Asean Imitation Community’ menganggap bahwa ASEAN security community tidak lebih dari sekedar hasil imitasi komunitas, pandangan ini beranjak dari fenomena-fenomena konflik yang kerap terjadi di ASEAN. Balance of Power adalah dasar bagi terbentuknya ASEAN dan sama halnya dengan Eurocentric of Power sehingga dari komunitas imitasi ini kemudian berkembang hingga menjadi scholarship imitation.

Banyak negara yang saling berkompetisi dalam pembentukan Security Community dan dari berbagai analisis menyatakan ASEAN mencapai keunggulan internasional dalam kemampuannya mengelola konflik bukan menyelesaikan konflik. Hal ini merupakan bentuk ketidakpedulian masing-masing negara anggota ASEAN dalam mengatasi setiap permasalahan dalam negeri yang menunjukkan bahwasannya asosiasi ataupun regionalisasi berdampak kecil terhadap sengketa antar negara yang belum terselesaikan. Di lain pihak Adler dan Barnett dalam analisis ilmiah ‘Security Community’ mengatakan secara spesifik ASEAN Security Community ini dalam perspektif konstruktivisme menekankan pada nilai, gagasan, serta norma yang berlaku disuatu wilayah dapat membentuk sikap dari suatu aktor yang dalam hal ini ASEAN.

Memproteksi sebuah telaah kritis diatas dan beberapa pandangan radikal dapat dihipotesakan bahwa hadirnya ASEAN merupakan sebuah salah satu langkah maju strategi laten konspirasi dan keberhasilan zionisme dalam upaya melakukan kapitalisasi dan monopoli yang akan mengkerangkreng Negara-Negara Asia Tenggara dengan cara Neo-liberalisasi yang bertujuan Neo-Kapitalisasi atau pengkapitaliasian Negara-Negara Asia Tenggara sehingga terjadi ketergantungan dalam segala aspek kehidupan dan menjadikan Amerika serta Uni Eropa sebagai kiblat kebergantungan. Hal ini terjadi secara sadar ataupun tidak, Indonesia sebagai Negara maupun sebagai Bangsa telah mengalami degradasi nilai yang menarik dominan paradigma berpikir masyarakat masuk dalam lingkaran westernisasi.


Tetapi setiap rakyat Indonesia masih miliki optimisme bahwa indonesia akan mampu bangkit dan menuju Indonesia Emas 2045. Hal ini menjadi tugas berat bagi Presiden terpilih untuk mampu menghadirkan regulasi desain komunikasi politik luar negeri yang dimana indonesia hadir sebagai Negara geo-strategis untuk dapat menghantarkan Indonesia menuju sentral geo-politic Asia Tenggara dan Presiden terpilih pula harus mampu mengatur ritme investasi dan melawan intervensi Negara-Negara Asing serta mengcounter setiap efek negative westernisasi yang telah menggerogoti setiap sendi kehidupan rakyat Indonesia. Tetapi jika tidak, Indonesia hanya akan menjadi bingkai corong perekonomian neoliberal dan Negara Kapitalis yang menjadikan rakyat Indonesia sebagai rakyat yang miskin diatas segala kekayaan sumber daya alamnya.

----------------------------------
Goresan Pena
Nuramin Saleh,S.Psi

Komentar

Postingan Populer