Mengapa Demonstrasi Terjadi

Eksistensi era reformasi di tandai dengan runtuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 yang telah membukakan gerbang baru perpolitikan indonesia dengan implementasi demokrasi secara totalitas. Semangat itulah yang menghantarkan rakyat indonesia membangun kembali tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Implementasi riil demokrasi di era reformasi di tandai dengan pengesahan Undang-Undang nomor 9 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia.
Undang-Undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum ternyata menjadi hadiah terbesar negara kepada masyarakat indonesia setelah lebih dari tiga puluh tahun suara rakyat di bungkam oleh kejamnya zaman otoritarian ala orde baru dan menjadi titik balik kebangkitan asyarakat indonesia dalam menyikapi dan mengkritisi kesurutan krisis ekonomi/ krisis moneter yang terjadi di negara indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang itulah hadir kritikan berupa tindakan persuasif maupun repsesif tidak berhenti dilakukan oleh massa, baik dari kalangan kelompok masyarakat, ormas-ormas, simpatisan partai atau mahasiswa yang telah mewarnai perjalanan reformasi indonesia. Otokritik yang seringkali dijadikan tindakan/gerakan ideal oleh kelompok-kelompok masyarakat atau mahasiswa adalah aksi demonstrasi sebagai kontrol sosial dari para politisi dan ilmuan terhadap pemerintah dengan tujuan melakukan kritikan terhadap pemerintah dalam menangani distabilitas perekonomian dan pemerintahan di tubuh negara indonesia.[1]
Aksi demonstrasi terjadi dikarenakan adanya perbedaan pendapat yang akan menimbulkan suatu polemik atau kontroversi yang baru di antara suatu kelompok tertentu[2], sehingga dari kesenjangan sosial inilah dapat memunculkan suatu aksi pembangkangan warga negara (civil society).[3] Dari permasalahan inilah lahir sebuah causa gerakan-gerakan pembangkangan yang kita kenal dengan istilah demonstrasi.
Demonstrasi (demo) adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan oleh suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok. Demonstrasi ialah suatu aksi (perbuatan) yang dilakukan oleh sekelompok orang-orang tertentu dimana didalamnya terdapat aksi pemogokan/pembangkangan dengan tujuan untuk menuntut hak mereka masing-masing sebagai bentuk aspirasi mereka terhadap tuntutan tersebut. Demonstrasi merupakan salah satu wujud nyata kepedulian masyarakat khususnya mahasiswa terhadap perkembangan dan nasib bangsa ini. Demonstrasi juga menjadi pertanda bahwa masih ada aspirasi masyarakat yang tidak tersampaikan.
Aksi demonstrasi umumnya dilakukan dengan menggelar poster, spanduk dan mimbar bebas yang biasanya didahului dengan pawai keliling Kampus. mereka berpidato bergantian dengan penuh semangat, berapi-api, dan agak emosional. Isi poster, spanduk maupun pidato umumnya mengkritik dan menunjukkan keprihatinan atas perkembangan situasi ekonomi akhir-akhir ini sehingga mereka menuntut agar pmerintah melakukan perbaikan (reformasi, renovasi) ekonomi dan politik agar keadaan menjadi lebih cepat membaik.[4]
Demonstrasi biasanya dilakukan oleh kelompok mahasiswa. Hampir di seluruh kota-kota besar di Indonesia, mahasiswa turun ke jalan untuk melakukan aksi demonstrasi, yang tujuannya untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekanan secara politik oleh kepentingan kelompok. Namun, demonstrasi kadang kala dapat menyebabkan pengrusakan terhadap benda-benda/fasilitas umum maupun fasilitas negara. Hal ini dapat terjadi akibat keinginan menunjukkan pendapat para pengunjuk rasa (demonstran) yang berlebihan.[5]







[1] Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), Cet. I, hlm.127.
[2] Din Syamsuddin, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani, (Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu, 2000), Cet. I, hlm. 33.
[3] Saifudin al Mughniy, Pembangkangan Civil Society, (Makassar : Kalam Nusantara, 200...), Cet. I, hlm. 5.
[4] Joko Siswanto, Reaksi Intelektualis Untuk Demokrasi, (Palembang : Yayasan Bakti Nusantara, 2006), Cet. I, hlm. 116.
[5] Di akses : http://id.wikipedia.org/wiki/unjuk-rasa/, (Senin, 13 Mei 2013. Jam 04.07 WIB).

Komentar

Postingan Populer