Akar Kolonialisme dan Empirialisme di Indonesia (Part 1, Portugis dan Spanyol)
Dampak Perang Salib.
Perkembangan peradaban dunia sangatlah berkembang
pesat pasca Perang Salib tanpa disadari telah membuka mata orang Eropa tentang
peradaban yang jauh lebih unggul ketimbang mereka. Eropa mengalami pencerahan
akibat bersinggungan dengan orang-orang Islam dalam Perang Salib ini. Merupakan
fakta jika jauh sebelum Eropa berani melayari samudera, bangsa Arab telah
dikenal dunia sebagai bangsa pedagang pemberani yang terbiasa melayari samudera
luas hingga ke Nusantara. Bahkan kapur barus yang merupakan salah satu zat
utama dalam ritual pembalseman para Fir’aun di Mesir pada abad sebelum Masehi,
didatangkan dari satu kampung kecil bernama Barus yang berada di pesisir barat
Sumatera tengah.
Dari pertemuan peradaban inilah bangsa Eropa
mengetahui jika ada satu wilayah di selatan bola dunia yang sangat kaya dengan
sumber daya alamnya, yang tidak terdapat di belahan dunia manapun. Negeri itu
penuh dengan karet, lada, dan rempah-rempah lainnya, selain itu Eropa juga
mencium adanya emas dan batu permata yang tersimpan di perutnya. Tanah tersebut
iklimnya sangat bersahabat, dan alamnya sangat indah. Wilayah inilah yang
sekarang kita kenal dengan nama Nusantara. Mendengar semua kekayaan ini Eropa
sangat bernafsu untuk mencari semua hal yang selama ini belum pernah
didapatkannya.
Misionaris “feitoria, fortaleza, dan igreja”.
Misionaris “feitoria, fortaleza, dan igreja”.
Paus Alexander VI pada tahun 1494 memberikan mandat
resmi gereja kepada Kerajaan Katolik Portugis dan Spanyol melalui Perjanjian
Tordesillas. Dengan adanya perjanjian ini, Paus Alexander dengan seenaknya
membelah dunia di luar daratan Eropa menjadi dua kapling untuk dianeksasi.
Garis demarkasi dalam perjanjian Tordesilas itu mengikuti lingkaran garis
lintang dari Tanjung Pulau Verde, melampaui kedua kutub bumi. Ini memberikan
Dunia Baru—kini disebut Benua Amerika—kepada Spanyol. Afrika serta India
diserahkan kepada Portugis. Paus menggeser garis demarkasinya ke arah timur
sejauh 1.170 kilometer dari Tanjung Pulau Verde. Brazil pun jatuh ke tangan
Portugis. Jalur perampokan bangsa Eropa ke arah timur jauh menuju kepulauan
Nusantara pun terbagi dua. Spanyol berlayar ke Barat dan Portugis ke Timur,
keduanya akhirnya bertemu di Maluku, di Laut Banda.
Sebelumnya, jika dua kekuatan yang tengah berlomba
memperbanyak harta rampokan berjumpa tepat di satu titik maka mereka akan
berkelahi, namun saat bertemu di Maluku, Portugis dan Sanyol mencoba untuk
menahan diri. Pada 5 September 1494, Spanyol dan Portugal membuat perjanjian
Saragossa yang menetapkan garis anti-meridian atau garis sambungan pada
setengah lingkaran yang melanjutkan garis 1.170 kilometer dari Tanjung Verde.
Garis itu berada di timur dari kepulauan Maluku, di sekitar Guam.
Masuk pada awal tahun 1500an saat petualangan itu
dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja
sebelum berlayar melalui Sungai Tagus. Ekspansi yang dikenal dengan kata bahasa
Portugis, yakni feitoria, fortaleza, dan igreja. Arti
harfiahnya adalah emas, kejayaan, dan gereja atau perdagangan, dominasi
militer, dan penyebaran agama Katoliksaat dan pada tahun 1502 Vasco da Gama
memulai petualangan ke timur.
Pada saat itulah ekspansi besar-besaran portugis ke
wilayah asia tenggara khususnya indonesia sebagai target eksploitasi sumber
daya alam terkhusus pala dan rempah-rempah. Periode 1511-1526, selama 15 tahun,
Nusantara menjadi pelabuhan maritim penting bagi Kerajaan Portugis, yang secara
reguler menjadi rute maritim untuk menuju Pulau Sumatera, Jawa, Banda, dan
Maluku. Pada tahun 1511 Portugis mengalahkan Kerajaan Malaka. Pada tahun 1512
Portugis menjalin komunikasi dengan Kerajaan Sunda untuk
menandatangani perjanjian dagang, terutama lada. Perjanjian dagang tersebut
kemudian diwujudkan pada tanggal 21 Agustus 1522 dalam bentuk dokumen kontrak
yang dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja
Portugal. Pada hari yang sama dibangun sebuah prasasti yang disebut Prasasti
Perjanjian Sunda-Portugal di suatu tempat yang saat ini menjadi sudut
Jalan Cengkeh dan Jalan Kali Besar Timur I, Jakarta Barat. Dengan perjanjian
ini maka Portugis dibolehkan membangun gudang atau benteng di Sunda Kelapa.
Pada tahun 1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim
Antonio Albreu dan Franscisco Serrao untuk memimpin armadanya mencari jalan ke
tempat asal rempah-rempah di Maluku. Sepanjang perjalanan, mereka singgah di
Madura, Bali, dan Lombok. Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa, armada itu tiba
di Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara hingga tiba di Ternate. Bangsa
Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun 1512. Pada
waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah pimpinan Anthony d'Abreu dan
Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah
mereka menjalin persahabatan dengan penduduk dan raja-raja setempat - seperti
dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk mendirikan
benteng di Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau
Ambon.Namun hubungan dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena
Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama
Kristen. Salah seorang misionaris terkenal adalah Francis Xavier. Tiba di Ambon
14 Pebruari 1546, kemudian melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun
1547, dan tanpa kenal lelah melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan
Maluku untuk melakukan penyebaran agama.
Sejak itulah, ekspansi ke seluruh belahan dunia baru
Portugis dan Spanyol berdasarkan Perjanjian Tordesillas, berhasil
memperluas wilayah ekspansi, berhasil membawa banyak rempah-rempah dari
pelayarannya dan berhasil pula menyebarkan agama khatolik terhadap penduduk di
bawah kekuasaan mereka. Seluruh Eropa mendengar hal tersebut dan mulai
berlomba-lomba untuk juga mengirimkan armadanya ke wilayah yang baru di
selatan. Ketika Eropa mengirim ekspedisi laut untuk menemukan dunia baru,
pengertian antara perdagangan, peperangan, dan penyebaran agama Kristen nyaris
tidak ada bedanya. Misi imperialisme Eropa ini sampai sekarang kita kenal
dengan sebutan “Tiga G”: Gold, Glory, dan Gospel. Seluruh penguasa, raja-raja,
para pedagang, yang ada di Eropa membahas tentang negeri selatan yang sangat
kaya raya ini. Mereka berlomba-lomba mencapai Nusantara dari berbagai jalur.
Sayang, saat itu belum ada sebuah peta perjalanan laut yang secara utuh dan
detil memuat jalur perjalanan dari Eropa ke wilayah tersebut yang disebut Eropa
sebagai Hindia Timur. Peta bangsa-bangsa Eropa baru mencapai daratan India,
sedangkan daerah di sebelah timurnya masih gelap.
Dibandingkan Spanyol, Portugis lebih unggul dalam
banyak hal. Pelaut-pelaut Portugis yang merupakan tokoh-tokoh pelarian Templar
(dan mendirikan Knight of Christ), dengan ketat berupaya merahasiakan peta-peta
terbaru mereka yang berisi jalur-jalur laut menuju Asia Tenggara. Peta-peta
tersebut saat itu merupakan benda yang paling diburu oleh banyak raja dan
saudagar Eropa. Namun ibarat pepatah, “Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya
jatuh juga”, maka demikian pula dengan peta rahasia yang dipegang pelaut-pelaut
Portugis. Sejumlah orang Belanda yang telah bekerja lama pada pelaut-pelaut
Portugis mengetahui hal ini. Salah satu dari mereka bernama Jan Huygen van
Linschoten. Pada tahun 1595 dia menerbitkan buku berjudul Itinerario naer
Oost ofte Portugaels Indien, Pedoman Perjalanan ke Timur atau Hindia
Portugis, yang memuat berbagai peta dan deksripsi amat rinci mengenai jalur
pelayaran yang dilakukan Portugis ke Hindia Timur, lengkap dengan segala
permasalahannya.
Awal Keruntuhan Portugis.
Awal Keruntuhan Portugis.
Buku itu laku keras di Eropa, namun tentu saja hal
ini tidak disukai Portugis. Bangsa ini menyimpan dendam pada orang-orang
Belanda. Berkat van Linschoten inilah, Belanda akhirnya mengetahui banyak
persoalan yang dihadapi Portugis di wilayah baru tersebut dan juga
rahasia-rahasia kapal serta jalur pelayarannya. Para pengusaha dan penguasa
Belanda membangun dan menyempurnakan armada kapal-kapal lautnya dengan segera,
agar mereka juga bisa menjarah dunia selatan yang kaya raya, dan tidak kalah
dengan kerajaan-kerajaan Eropa lainnya.
kemudian mereka membangun benteng di Ternate tahun
1511, kemudian tahun 1512 membangun Benteng di Amurang Sulawesi Utara. Portugis
kalah perang dengan Spanyol maka daerah Sulawesi utara diserahkan dalam
kekuasaan Spanyol (1560 hingga 1660).Persahabatan Portugis dan maluku Ternate
berakhir pada tahun 1570 yang kurang lebih hanya setengah abad. Peperangan
dengan Sultan Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis harus
angkat kaki dari Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.
Pada tahun 1595 Belanda mengirim satu ekspedisi
pertama menuju Nusantara yang disebutnya Hindia Timur. Ekspedisi ini terdiri
dari empat buah kapal dengan 249 awak dipimpin Cornelis de Houtman, seorang
Belanda yang telah lama bekerja pada Portugis di Lisbon. Lebih kurang satu
tahun kemudian, Juni 1596, de Houtman mendarat di pelabuhan Banten yang
merupakan pelabuhan utama perdagangan lada di Jawa, lalu menyusur pantai
utaranya, singgah di Sedayu, Madura, dan lainnya. Kepemimpinan de Houtman
sangat buruk. Dia berlaku sombong dan besikap semaunya pada orang-orang pribumi
dan juga terhadap sesama pedagang Eropa. Sejumlah konflik menyebabkan dia harus
kehilangan satu perahu dan banyak awaknya, sehingga ketika mendarat di Belanda
pada tahun 1597, dia hanya menyisakan tiga kapal dan 89 awak. Walau demikian,
tiga kapal tersebut penuh berisi rempah-rempah dan benda berharga lainnya.
Orang-orang
Belanda berpikiran, jika seorang de Houtman yang tidak cakap memimpin saja bisa
mendapat sebanyak itu, apalagi jika dipimpin oleh orang dan armada yang jauh
lebih unggul. Kedatangan kembali tim de Houtman menimbulkan semangat yang
menyala-nyala di banyak pedagang Belanda untuk mengikut jejaknya. Jejak Houtman
diikuti oleh puluhan bahkan ratusan saudagar Belanda yang mengirimkan armada
mereka ke Hindia Timur. Sehingga pada masa Perlawanan rakyat Maluku terhadap
Portugis, dimanfaatkan Belanda untuk menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun
1605, Belanda berhasil memaksa Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di
Ambon kepada Steven van der Hagen dan di Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz.
Demikian pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh Belanda.
Sejak saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar wilayah Maluku.
Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada tahun 1602,
dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa tunggal di Maluku. Di bawah
kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala Operasional VOC. Pada saat inilah
portugis terusir hingga ke timut timor timur (sekarang timor leste).
Komentar
Posting Komentar