Immanuel Kant Dan Pemikirannya
Pemikiran Etika Kant
Immanuel Kant(1724-1804) adalah seorang filsuf besar Jerman abad ke-18 yang
memiliki pengaruh sangat luas bagi dunia intelektual. Pengaruh pemikirannya merambah
dari wacana metafisika hingga etika politik dan dari estetika hingga teologi.
Lebih dan itu, dalam wacana etika ia juga mengembangkan model filsafat moral
baru yang secara mendalam mempengaruhi epistemologi selanjutnya.
Telaah atas pemikiran Kant merupakan kajian yang cukup rumit, sedikitnya karena
dua alasan. Pertama, Kant membongkar seluruh filsafat sebelumnya dan membangunnya
secara baru sama sekali. Filsafatnya itu oleh Kant sendiri disebut Kritisisme
untuk melawankannya dengan Dogmatisme. Dalam karyanya berjudul Kritik der
reinen Vernunft (Kritik Akal Budi Murni, 1781/1787) Kant menanggapi, mengatasi,
dan membuat sintesa antara dua arus besar pemikiran modern, yakni Empirisme dan
Rasionalisme. Revolusi filsafat Kant ini seringkali diperbandingkan dengan
revolusi pandangan dunia Copernicus, yang mematahkan pandangan bahwa bumi
adalah datar.
Kedua, sumbangan Kant bagi Etika. Dalam Metaphysik der Sitten (Metafisika Kesusilaan,
1797), Kant membuat distingsi antara legalitas dan moralitas, serta membedakan
antara sikap moral yang berdasar pada suara hati (disebutnya otonomi) dan sikap
moral yang asal taat pada peraturan atau pada sesuatu yang berasal dan luar pribadi
(disebutnya heteronomi).
Kant lahir pada 22 April 1724 di Konigsberg, Prussia Timur (sesudah PD II dimasukkan
ke Uni Soviet dan namanya diganti menjadi Kaliningrad). Berasal dan keluarga
miskin, Kant memulai pendidikan formalnya di usia delapan tahun pada Collegium
Fridericianum. Ia seorang anak yang cerdas. Karena bantuan sanak saudaranyalah
ia berhasil menyelesaikan studinya di Universitas Konigsberg. Selama studi di
sana ia mempelajari hampir semua matakuliah yang ada. Untuk mencari nafkah
hidup, ia sambil bekerja menjadi guru pribadi (privatdozen) pada beberapa
keluarga kaya.
Pada 1775 Kant rnemperoleh gelar doktor dengan disertasi benjudul “Penggambaran
Singkat dari Sejumlah Pemikiran Mengenai Api” (Meditationum quarunsdum de igne
succinta delineatio). Sejak itu ia mengajar di Univensitas Konigsberg untuk
banyak mata kuliah, di antaranya metafisika, geografi, pedagogi, fisika dan
matematika, logika, filsafat, teologi, ilmu falak dan mineralogi. Kant dijuluki
sebagai “der schone magister” (sang guru yang cakap) karena cara mengajarnya
yang hidup bak seorang orator.
Pada Maret 1770, ia diangkat menjadi profesor logika dan metafisika dengan disertasi
Mengenai Bentuk dan Azas-azas dari Dunia Inderawi dan Budiah (De mundi sensibilis
atgue intelligibilis forma et principiis). Kant meninggal 12 Februari 1804 di Konigsberg
pada usianya yang kedelapanpuluh tahun. Karyanya tentang Etika mencakup sebagai
berikut: Grundlegung zur Metaphysik der Sitten (Pendasaran Metafisika
Kesusilaan, 1775), Kritik der praktischen Vernunft (Kritik Akal Budi Praktis, 1
778), dan Die Metaphysik der Sitten (Metafisika Kesusilaan, 1797).
Pemikiran Kant tentang Moral
Deontologi berasal dari kata Yunani “deon” yang berarati apa yang harus
dilakukan, kewajiban. Pemikiran ini dikembangkan oleh filosof Jerman,Immanuel
Kant (1724- 1804). Sistem etika selama ini yang menekankan akibat sebagai
ukuran keabsahan tindakan moral dikritik habis-habisan oleh Kant. Kant memulai
suatu pemikiran baru dalam bidang etika dimana ia melihat tindakan manusia absah
secara moral apabila tindakan tersebut dilakukan berdasarkan kewajiban (duty)
dan bukan akibat. Menurut Kant, tindakan yang terkesan baik bisa bergeser secara
moral apabila dilakukan bukan berdasarkan rasa kewajiban melainkan pamrih yang
dihasilkan. Perbuatan dinilai baik apabila dia dilakukan semata-mata karena hormat
terhadap hukum moral, yaitu kewajiban.
Kant membedakan antara imperatif kategoris dan imperatif hipotetis sebagai
dua perintah moral yang berbeda. Imperatif kategoris merupakan perintah tak
bersyarat yang mewajibkan begitu saja suatu tindakan moral sedangkan imperatif
hipotesis selalu mengikutsertakan struktur “jika.. maka.. “. Kant menganggap
imperatif hipotetis lemah secara moral karena yang baik direduksi pada
akibatnya saja sehingga manusia sebagai pelaku moral tidak otonom (manusia bertindak
semata-mata berdasarkan akibat perbuatannya saja). Otonomi manusia hanya dimungkinkan
apabila manusia bertindak sesuai dengan imperatif kategoris yang mewajibkan
tanpa syarat apapun. Perintah yang berbunyi “lakukanlah” (du sollst!). Imperatif
kategoris menjiwai semua perbuatan moral seperti janji harus ditepai, barang pinjaman
harus dikembalikan dan lain sebagainya. Imperatif kategoris bersifat otonom (manusia
menentukan dirinya sendiri) sedangkan imperati hipotetis bersifat heteronom (manusia
membiarkan diri ditentukan oleh faktor dari luar seperti kecenderungan dan emosi).
Berkenaan dengan pemikiran deontologinya, Kant mengemukakan duktum moralnya
yang cukup terkenal: “bertindaklah sehingga maxim (prinsip) dari kehendakmu
dapat selalu, pada saat yang sama, diberlakukan sebagai prinsip yang
menciptakan hukum universal. Contoh tindalah moral “jangan membunuh”
adalahbesar secara etis karena pada saat yang sama dapat diunverasalisasikan
menjadi prinsip umum, (berlaku untuk semua orang dimana saja kapan saja).
Etika Immanuel Kant (1724-1804) diawali dengan pernyataan bahwa satu-satunya hal baik tyang tak terbatasi dan tanpa pengecualian adalah “kehendak baik”. Sejauh orang berkehendak baik maka orang itu baik, penilaian bahwa sesorang itu baik sama sekali tidak tergantung pada hal-hal diluar dirinya, tak ada yang baik dalam dirinya sendiri kecuali kehendak baik. Wujud dari kehendak baik yang dimiliki seseorang adalah bahwa ia mau menjalankan Kewajiban. Setiap tindakan yang kita lakukan adalah untuk menjalankan kewajiban sebagai hokum batin yang kita taati, tindakan itulah yang mencapai moralitas, demikian menurut Kant. Kewajiban menurutnya adalah keharusan tindakan demi hormat terhadap hukum, tidak peduli apakah itu membuat kita nyaman atau tidak, senang atau tidak, cocok atau tidak, pokoknya aku wajib menaatinya. Ketaatanku ini muncul dari sikap batinku yang merupakan wujud dari kehendak baik yang ada didalam diriku. Menurut Kant ada tiga kemungkinan seseorang menjalankan kewajibannya, Pertama, ia memenuhi kewajiban karena hal itu menguntungkannya. Kedua, Ia memenuhi kewajibannya karena ia terdorong dari perasaan yang ada didalam hatinya, misalnya rasa kasihan. Ketiga, Ia memenuhi kewajibannya kerena kewajibannya tersebut, karena memang ia mau memenuhi kewajibannya. Tindakan yang terakhir inilah yang menurut Kant merupakan tindakan yang mencapai moralitas. Lalu Kant membedakan dua hal antara Legalitas dan Moralitas. Legalitas adalah pemenuhan kewajiban yang didorong oleh kepentingan sendiri atau oleh dorongan emosional.
Etika Immanuel Kant (1724-1804) diawali dengan pernyataan bahwa satu-satunya hal baik tyang tak terbatasi dan tanpa pengecualian adalah “kehendak baik”. Sejauh orang berkehendak baik maka orang itu baik, penilaian bahwa sesorang itu baik sama sekali tidak tergantung pada hal-hal diluar dirinya, tak ada yang baik dalam dirinya sendiri kecuali kehendak baik. Wujud dari kehendak baik yang dimiliki seseorang adalah bahwa ia mau menjalankan Kewajiban. Setiap tindakan yang kita lakukan adalah untuk menjalankan kewajiban sebagai hokum batin yang kita taati, tindakan itulah yang mencapai moralitas, demikian menurut Kant. Kewajiban menurutnya adalah keharusan tindakan demi hormat terhadap hukum, tidak peduli apakah itu membuat kita nyaman atau tidak, senang atau tidak, cocok atau tidak, pokoknya aku wajib menaatinya. Ketaatanku ini muncul dari sikap batinku yang merupakan wujud dari kehendak baik yang ada didalam diriku. Menurut Kant ada tiga kemungkinan seseorang menjalankan kewajibannya, Pertama, ia memenuhi kewajiban karena hal itu menguntungkannya. Kedua, Ia memenuhi kewajibannya karena ia terdorong dari perasaan yang ada didalam hatinya, misalnya rasa kasihan. Ketiga, Ia memenuhi kewajibannya kerena kewajibannya tersebut, karena memang ia mau memenuhi kewajibannya. Tindakan yang terakhir inilah yang menurut Kant merupakan tindakan yang mencapai moralitas. Lalu Kant membedakan dua hal antara Legalitas dan Moralitas. Legalitas adalah pemenuhan kewajiban yang didorong oleh kepentingan sendiri atau oleh dorongan emosional.
Sedang Moralitas adalah Pemenuhan kewajiban yang didorong oleh keinginan
memenuhi kewajiban yang muncul dari kehendak baik dari dalam diri. Selanjutnya
Kant menjabarkan criteria kewajiban moral, landasan epistemologinya bahwa
tindakan moral manusia merupakan apriori akal budi praktis murni yang mana sesuatu
yang menjadi kewajiban kita tidak didasarkan pada realitas empiris, tidak berdasarkan
perasaan, isi atau tujuan dari tindakan. Kriteria kewajiban moral ini menurut Kant
adalah Imperatif Kategoris. Perintah Mutlak demikian istilah lain dari
Imperatif Kategoris, ia berlaku umum selalu dan dimana-mana, bersifat universal
dan tidak berhubungan dengan tujuan yang mau dicapai. Dalam arti ini perintah
yang dimaksudkan adalah perintah yang rasional yang merupakan keharusan
obyektif, bukan sesuatu yang berlawanan dengan kodrat manusia, misalnya “kamu
wajib terbang !”, bukan juga paksaan, melainkan melewati pertimbangan yang membuat
kita menaatinya. Ada tiga Rumusan Imperatif kategoris menurut Kant, Pertama, “
Bertindaklah semata-mata menurut menurut maksim yang dapat sekaligus kau
kehendaki menjadi hokum umum”.
Kata Maksim artinya adalah prinsip subyektif dalam melakukan tindakan.
Maksim ini yang kemudian menjadi dasar penilaian moral terhadap tindakan
seseorang, apakah tindakan moral yang berdasarkan maksimku dapat diuniversalisasikan,
diterima oleh orang lain dan menjadi hokum umum?. Prinsip penguniversalisasian
ini adalah ciri hakiki dari kewajiban moral. Rumusan kedua adalah “Bertindaklah
sedemikian rupa sehingga engkau memperlakukan manusia entah didalam personmu
atau didalam person orang lain sekaligus sebagai tujuan pada dirinya sendiri
bukan semata-mata sebagai sarana belaka”. Maksudnya bahwa segala tindakan moral
dan kewajiban harus menjunjung tinggi penghormatan terhadap person. Dua rumusan
diatas tidak dapat berlaku jika tidak ada rumusan yang ketiga ini yaitu otonomi
kehendak, tanpa otonomi kehendak, manusia tidak dapat bertindak sesuai dengan
rumusan Imperatif Kategoris. Moralitas menurut Kant merupakan implikasi dari
tiga Postulat antara lain; Kebebasan kehendak manusia, immortalitas jiwa dan
Eksistensi Allah. Kehendak bebas manusia merupakan kenyataan yang tidak dapat
disangkal karena terimplikasi langsung dalam kesadaran moral. Immortalitas jiwa
menyatakan bahwa kebahagiaan tertinggi manusia tidak munggkin dicapai didunia
tapi dikehidupan nanti. Dan Keberadaan Allah yang menjamin bahwa pelaksanaan
kewajiban moral manusia akan merasakan ganjarannya dikemudian hari berupa
kebahagiaan sejati. Ketiganya itu disebut Kant sebagai “Postulat” yaitu suatu
kenyataan yang sungguh ada dan harus diterima, dan tidak perlu dibuktikan secara
teoritis, ini merupakan hasil penyimpulan akal budi praktis atas moral manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
Magnis-Suseno,
Franz. 1997. 13 Tokoh Etika. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Kant,
Immanuel. 2005. Kritik Atas Akal Budi Praktis. Diterjemahkan dari judul
Critique of Practical
Reason (1956) oleh Nurhadi. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Bagus,
Loren, Kamus Filsafat, PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2002.
Budi Hardiman,
F, Filsafat Modern dari Machiavelli sampai Nietzsche, PT Gramedia Pustaka utama,
2007.
Magnis-Suseno,
Franz, 13 Tokoh Etika, Sejak Zaman Yunani sampai abad 19, Penerbit Kanisius
Yogyakarta, 1997.
Standford
Encyclopedia of Philosophy on-line, Kant’s Moral Philosophy, http://plato.stanford.edu
Komentar
Posting Komentar