Agenda Pemerintahan Good Governance
Good Governance sebagai suatu gerakan adalah
segala daya upaya untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik. Oleh karena
itu gerakan good governance harus memiliki agenda yang jelas tentang apa yang
mesti dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai. Untuk kasus Indonesia,
agenda good governance harus disesuaikan dengan kondisi riil bangsa saat ini,
yang meliputi:
1. Agenda Politik
Masalah politik seringkali menjadi penghambat bagi
terwujudnya good governance. Hal ini dapat terjadi karena beberapa sebab,
diantaranya adalah acuan konsep politik yang tidak/kurang demokratis yang
berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang melanda
bangsa Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan sistim politik yang
kurang demokratis. Oleh karena itu perlu dilakukan pembaharuan politik yang
menyangkut masalah-masalah penting seperti:
a. Amandemen UUD 1945 Sebagai sumber hukum dan
acuan pokok penyelenggaraan pemerintahan, amandemen UUD 1945 harus dilakukan
untuk mendukung terwujudnya good governance seperti pemilihan presiden
langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR, kemandirian lembaga
peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan penambahan pasal-pasal tentang hak
asasi manusia.
b. Perubahan Undang-Undang Politik dan
Undang-Undang Keormasan yang lebih menjamin partisipasi dan mencerminkan
keterwakilan rakyat.
c. Reformasi agraria dan perburuhan.
d. Mempercepat penghapusan peran sosial politik
TNI.
e. Penegakan supremasi hukum
2. Agenda Ekonomi
Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial
yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara
menyeluruh. Untuk kasus Indonesia, permasalahan krisis ekonomi ini telah
berlarut-larut dan belum ada tanda-tanda akan segera berakhir. Kondisi demikian
ini tidak boleh dibiarkan berlanjut dan harus segera ada percepatan pemulihan
ekonomi. Mengingat begitu banyak permasalahan ekonomi di Indonesia, perlu
dilakukan prioritas-priotitas kebijakan. Prioritas yang paling mendesak untuk
pemulihan ekonomi saat ini antara lain:
a. Agenda Ekonomi Teknis
Otonomi Daerah. Pemerintah dan rakyat Indonesia
telah membuat keputusan politik untuk menjalankan otonomi daerah yang esensinya
untuk memberikan keadilan, kepastian dan kewenangan yang optimal dalam
pengelolaan sumber daya daerah guna memungkinkan daerah dapat
mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya. Agar pelaksanaan otonomi
daerah ini berjalan tanpa gejolak dibutuhkan serangkaian persiapan dalam bentuk
strategi, kebijakan program dan persiapan institusi di tingkat pusat dan
daerah.
Sektor Keuangan dan Perbankan. Permasalahan
terbesar sektor keuangan saat ini adalah melakukan segala upaya untuk
mengembalikan fungsi sektor perbankan sebagai intermediasi,serta upaya
mempercepat kerja BPPN. Hal penting yang harus dilakukan antara lain pertama;
tidak adanya dikhotomi antara bankir nasional dan bankir asing, lebih
diperlukan kinerja yang tinggi, tidak peduli apakah hal itu dihasilkan oleh
bankir nasional ataupun asing. Kedua, perlu lebih mendorong dilakukannya merger
atau akuisisi, baik di bank BUMN maupun swasta. Ketiga, pencabutan blanket
guarantee perlu dipercepat, namun dilakukan secara bertahap. Keempat, mendorong
pasar modal dan mendorong independensi pengawasan (Bapepam). Kelima, perlunya
penegasan komitmen pemerintah dalam hal kinerja BPPN khususnya dalam pelepasan
aset dalam waktu cepat atau sebaliknya.
Kemiskinan dan Ekonomi Rakyat. Pemulihan ekonomi
harus betul-betul dirasakan oleh rakyat kebanyakan. Hal ini praktis menjadi
prasarat mutlak untuk membantu penguatan legitimasi pemerintah, yang pada
giliranya merupakan bekal berharga bagi percepatan proses pembaharuan yang
komprehensif menuju Indonesia baru.
b. Agenda Pengembalian Kepercayaan
Hal-hal yang diperlukan untuk mengembalikan atau
menaikkan kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia adalah kepastian hukum,
jaminan keamanan bagi seluruh masyarakat, penegakkan hukum bagi kasus-kasus
korupsi, konsistensi dan kejelasan kebijakan pemerintah, integritas dan
profesionalisme birokrat, disiplin pemerintah dalam menjalankan program,
stabilitas sosial dan politik, dan adanya kepemimpinan nasional yang kuat.
3. Agenda Sosial
Masyarakat yang berdaya, khususnya dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan merupakan perwujudan riil good governance.
Masyarakat semacam ini akan solid dan berpartisipasi aktif dalam menentukan
berbagai kebijakan pemerintahan. Selain itu masyarakat semacam ini juga akan
menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintahan.
Sebaliknya, pada masyarakat yang masih belum
berdaya di hadapan negara, dan masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya
seperti konflik dan anarkisme kelompok, akan sangat kecil kemungkinan good
governance bisa ditegakkan. Salah satu agenda untuk mewujudkan good governance
pada masyarakat semacam ini adalah memperbaiki masalah sosial yang sedang
dihadapi.
Masalah sosial yang cukup krusial dihadapi bangsa
Indonesia akhir-akhir ini adalah konflik yang disertai kekejaman sosial luar
biasa yang menghancurkan kemanusiaan dan telah sampai pada titik yang
membahayakan kelanjutan kehidupan dalam bentuk kekerasan komunal dan
keterbuangan sosial dengan segala variannya. Kasus-kasus seperti pergolakan di
Aceh dan Ambon adalah beberapa contoh dari masalah sosial yang harus segera
mendapatkan solusi yang memadai.
Oleh karena itu masyarakat bersama pemerintah
harus melakukan tindakan pencegahan terhadap daerah lain yang menyimpan potensi
konflik. Bentuk pencegahan terhadap kekerasan komunal dapat dilakukan melalui;
memberikan santunan terhadap mereka yang terkena korban konflik, mencegah
berbagai pertikaian _vertikal maupun horizontal_ yang tidak sehat dan potensial
mengorbankan kepentingan bangsa dan mencegah pula segala bentuk anarkhi sosial
yang terjadi di masyarakat.
4. Agenda Hukum
Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan
good governance. Kekurangan atau kelemahan sistim hukum akan berpengaruh besar
terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Dapat dipastikan, good
governanance tidak akan berjalan mulus di atas sistim hukum yang lemah. Oleh
karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan
mutlak bagi terwujudnya good governance.
Sementara itu posisi dan peran hukum di Indonesia
tengah berada pada titik nadir, karena hukum saat ini lebih dianggap sebagai
komiditi daripada lembaga penegak keadilan. Kenyataan demikian ini yang membuat
ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat. Untuk memulihkan kembali kepercayaan masyarakat
terhadap hukum dalam rangka mewujudkan good governance diperlukan
langkah-langkah kongkret dan sistimatis. Langkah-langkah tersebut adalah:
a. Reformasi Konstitusi Konstitusi merupakan
sumber hukum bagi seluruh tata penyelenggaran negara. Untuk menata kembali
sistim hukum yang benar perlu diawali dari penataan konstitusi yang oleh banyak
kalangan masih banyak mengandung celah kelemahan.
b. Penegakan Hukum Syarat mutlak pemulihan
pepercayaan rakyat terhadap hukum adalah penegakan hukum. Reformasi di bidang
penegakkan hukum yang bersifat strategis dan mendesak untuk dilakukan adalah;
pertama, reformasi Mahkamah Agung dengan memperbaiki sistim rekrutmen
(pengangkatan), pemberhentian, pengawasan dan penindakan yang lebh menekankan
aspek transparansi dan partisipasi masyarakat. Perbaikan sebagaimana tersebut
di atas harus dilakukan oleh Komisi Yudisial Independen yang anggotanya terdiri
dari mantan hakim agung, kalangan prakatisi hukum, akademisi/cendekiawan hukum
dan tokoh masyarakat. Kedua, reformasi Kejaksaan. Untuk memulihkan kinerja
kejaksaan saat ini khususnya dalam menangani kasus-kasus KKN dan pelanggaran
HAM, perlu dilakukan fit and proper test terhadap Jaksa Agung dan pembantunya
sampai eselon II untuk menjamin integritas pribadai yang bersangkutan. Selain
itu untuk mengawasi kinerja kejaksaan perlu dibentuk sebuah komisi Independen
Pengawas Kejaksaan.
c. Pemberantasan KKN KKN merupakan penyebab utama
dari tidak berfungsinya hukum di Indonesia. Untuk memberantas KKN diperlukan
setidaknya dua cara; pertama dengan cara mencegah (preventif) dan kedua, upaya
penanggulangan (represif). Upaya pencegahan dilakukan dengan cara memberi
jaminan hukum bagi perwujudan pemerintahan terbuka (open government) dengan
memberikan jaminan kepada hak publik seperti hak mengamati perilaku pejabat,
hak memperoleh akses informasi, hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
dan hak mengajukan keberatan bila ketiga hak di atas tidak dipenuhi secara
memadai.
Sedangkan upaya penanggulangan (setelah korupsi
muncul) dapat diatasi dengan mempercepat pembentukan Badan Independen Anti
Korupsi yang berfungsi melakukan penyidikan dan penuntutan kasus-kasus korupsi,
memperkenalkan hakim-hakim khusus yang diangkat khusus untuk kasus korupsi
(hakim ad hock) dan memperlakukan asas pembuktian terbalik secara penuh.
d. Sumbangan Hukum dalam Mencegah dan
Menanggulangi Disintegrasi Bangsa Pengakuan identitas terhadap nilai-nilai lokal,
pemberian kewenangan dan representasi yang lebih luas kepada daerah,
pemberdayaan kemampuan masyarakat dan akses pengelolaan terhadap sumber daya
alam lokal menjadi isu penting yang sangat stategis di dalam menciptakan
integritas sosial, karena selama lebih dari tiga dekade masyarakat selalu
ditempatkan sebagai obyek, tidak diakui berbagai eksistensinya dan diperlakukan
tidak adil. Akumulasi dari permasalahan tersebut akhirnya menciptakan potensi
yang sangat signifikan bagi proses disintegrasi.
e. Pengakuan Terhadap Hukum Adat dan Hak Ekonomi
Masyarakat Untuk menjamin hak-hak masyarakat hukum adat, maka diperlukan proses
percepatan di dalam menentukan wilayah hak ulayat adat secara partisipatif.
Dengan begitu rakyat akan mendapatkan jaminan di dalam menguasai tanah ulayat
adat mereka dan juga akses untuk mengelola sumber daya alam di lingkungan dan
milik mereka sendiri.
f. Pemberdayaan Eksekutif, Legislatif dan
Peradilan Untuk lebih meningkatkan representasi kepentingan daerah di tingkat
nasional, perlu dilakukan rekomposisi keanggotaan utusan daerah, di mana
keterwakilan rakyat di daerah secara kongkret diakomodasi melalui pemilihan
anggota utusan daerah secara langsung oleh rakyat. Sistim pemilihan langsung
juga dilakukan untuk para pejabat publik di daerah khususnya gubernur,
bupati/walikota.
Penerapan
penegak hukum harus dilakukan secara kontekstual dengan menggunakan kebijakan
‘selektive enforcement’ sehingga keadilan memang berasal dari rasa keadilan
yang hidup di masyarakat.
Komentar
Posting Komentar