Pengantar Ilmu Teori Perubahan Sosial


Definisi dan Perubahan Sosial menurut para ahli.
Perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan yang diadopsi oleh para anggota sistem sosial yang bersangkutan. Proses perubahan sosial biasa tediri dari tiga tahap:
1.      Invensi, yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan
2.      Difusi, yakni proses di mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam sistem sosial.
3.      Konsekuensi, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunyai akibat.

Dalam menghadapi perubahan sosial budaya tentu masalah utama yang perlu diselesaikan ialah pembatasan pengertian atau definisi perubahan sosial (dan Wilbert E. Maore, Order and Change, Essay in Comparative Sosiology, New York, John Wiley & Sons, 1967 : 3. perubahan kebudayaan) itu sendiri. Ahli-ahli sosiologi dan antropologi telah banyak membicarakannya.

Menurut Max Weber dalam Berger (2004), bahwa, tindakan sosial atau aksi sosial (social action) tidak bisa dipisahkan dari proses berpikir rasional dan tujuan yang akan dicapai oleh pelaku. Tindakan sosial dapat dipisahkan menjadi empat macam tindakan menurut motifnya:
(1) tindakan untuk mencapai satu tujuan tertentu,
(2) tindakan berdasar atas adanya satu nilai tertentu,
(3) tindakan emosional, serta
(4) tindakan yang didasarkan pada adat kebiasaan (tradisi).

Anonim dalam Media Intelektual (2008) mengungkapkan bahwa, aksi sosial adalah aksi yang langsung menyangkut kepentingan sosial dan langsung datangnya dari masyarakat atau suatu organisasi, seperti aksi menuntut kenaikan upah atau gaji, menuntut perbaikan gizi dan kesehatan, dan lain-lain. Aksi sosial adalah aksi yang ringan syarat-syarat yang diperlukannya dibandingkan dengan aksi politik, maka aksi sosial lebih mudah digerakkan daripada aksi politik. Aksi sosial sangat penting bagi permulaan dan persiapan aksi politik. Dari aksi sosial, massa/demonstran bisa dibawa dan ditingkatkan ke aksi politik. Aksi sosial adalah alat untuk mendidik dan melatih keberanian rakyat. Keberanian itu dapat digunakan untuk: mengembangkan kekuatan aksi, menguji barisan aksi, mengukur kekuatan aksi dan kekuatan lawan serta untuk meningkatkan menjadi aksi politik.

Netting, Ketther dan McMurtry (2004) berpendapat bahwa, aksi sosial merupakan bagian dari pekerjaan sosial yang memiliki komitmen untuk menjadi agen atau sumber bagi mereka yang berjuang menghadapi beragam masalah untuk memerlukan berbagai kebutuhan hidup. Perubahan sosial dalam masyarakat bukan merupakan sebuah hasil atau produk tetapi merupakan sebuah proses. Perubahan sosial merupakan sebuah keputusan bersama yang diambil oleh anggota masyarakat. Konsep dinamika kelompok menjadi sebuah bahasan yang menarik untuk memahami perubahan sosial.

Kurt Lewin dikenal sebagai bapak manajemen perubahan, karena ia dianggap sebagai orang pertama dalam ilmu sosial yang secara khusus melakukan studi tentang perubahan secara ilmiah. Konsepnya dikenal dengan model force-field yang diklasifikasi sebagai model power-based karena menekankan kekuatan-kekuatan penekanan. Menurutnya, perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap kelompok, individu, atau organisasi. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan memperkuat driving forces dan melemahkan resistences to change.

Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelola perubahan, yaitu:
1.      Unfreezing, merupakan suatu proses penyadaran tentang perlunya, atau adanya kebutuhan untuk berubah,
2.      Changing, merupakan langkah tindakan, baik memperkuat driving forces maupun memperlemah resistences, dan
3.      Refreesing, membawa kembali kelompok kepada keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium). Pada dasarnya perilaku manusia lebih banyak dapat dipahami dengan melihat struktur tempat perilaku tersebut terjadi daripada melihat kepribadian individu yang melakukannya. Sifat struktural seperti sentralisasi, formalisasi dan stratifikasi jauh lebih erat hubungannya dengan perubahan dibandingkan kombinasi kepribadian tertentu di dalam organisasi.

Lippit (1958) mencoba mengembangkan teori yang disampaikan oleh Lewin dan menjabarkannya dalam tahap-tahap yang harus dilalui dalam perubahan berencana. Terdapat lima tahap perubahan yang disampaikan olehnya, tiga tahap merupakan ide dasar dari Lewin. Walaupun menyampaikan lima tahapan Tahap-tahap perubahan adalah sebagai berikut:
(1) tahap inisiasi keinginan untuk berubah,
(2) penyusunan perubahan pola relasi yang ada,
(3) melaksanakan perubahan,
(4) perumusan dan stabilisasi perubahan, dan
(5) pencapaian kondisi akhir yang dicita-citakan.

Konsep pokok yang disampaikan oleh Lippit diturunkan dari Lewin tentang perubahan sosial dalam mekanisme interaksional. Perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap kelompok, individu, atau organisasi. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan memperkuat driving forces dan melemahkan resistences to change. Peran agen perubahan menjadi sangat penting dalam memberikan kekuatan driving force.

Atkinson (1987) dan Brooten (1978), menyatakan definisi perubahan merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya dan merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau institusi. Ada empat tingkat perubahan yang perlu diketahui yaitu pengetahuan, sikap, perilaku, individual, dan perilaku kelompok. Setelah suatu masalah dianalisa, tentang kekuatannya, maka pemahaman tentang tingkat-tingkat perubahan dan siklus perubahan akan dapat berguna.

Etzioni (1973) mengungkapkan bahwa, perkembangan masyarakat seringkali dianalogikan seperti halnya proses evolusi. suatu proses perubahan yang berlangsung sangat lambat. Pemikiran ini sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil penemuan ilmu biologi, yang memang telah berkembang dengan pesatnya. Peletak dasar pemikiran perubahan sosial sebagai suatu bentuk “evolusi” antara lain Herbert Spencer dan August Comte. Keduanya memiliki pandangan tentang perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat dalam bentuk perkembangan yang linear menuju ke arah yang positif. Perubahan sosial menurut pandangan mereka berjalan lambat namun menuju suatu bentuk “kesempurnaan” masyarakat.

Akhirnya dikutip definisi Selo Soemardjan yang akan dijadikan pegangan dalam pembicaraan selanjutnya. “Perubahan –perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang  Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Penantar, (Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1974), hal. 217 mempengaruhi sistem sosialnya, termasuka didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola per-kelakukan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat”. Definisi ini menekankan perubahan lembaga sosial, yang selanjutnya mempengaruhi segi-segi lain struktur masyarakat. Lembaga social ialah unsur yang mengatur pergaulan hidup untuk mencapai tata tertib melalui norma.

Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan. Sorokin (1957), berpendapat bahwa segenap usaha untuk mengemukakan suatu kecenderungan yang tertentu dan tetap dalam perubahan sosial tidak akan berhasil baik. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).

Paradigma Perubahan Sosial
Mengkaji tentang Teori dan Perubahan sosial maka kemudian yang terlebih dahulu harus dibicarakan adalah masalah paradigma. Paradigma adalah cara pandang kita untuk melihat bagaimana masalah sosial, bisa juga sebagai kaca mata atau alat pandang untuk menganalisis masalah sosial. Apakah masalah/realitas sosial itu timpang atau tidak? Kalau jawabannya tidak, kenapa dan kalau ya apa yang mesti dilakukan?

Thomas Khun dalam “The Structure of Scientifik Revolution” menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan paradigma adalah sebagai satu kerangka dasar keyakinan atau pijakan suatu teori. Sedangkan Patton (1975) Paradigma adalah world view a general perspective a way of breaking dawn complexity of the real world. Jadi, paradigma adalah konstelasi teori, pernyataan, pendekatan, serta prosedur yang dipergunakan oleh suatu nilai dalam tema pemikiran. 

Seorang tokoh mazhab Franfurt Jurgen Habermas membagi tiga paradigma dalam melihat masalah sosial, yaitu :
  • Pertama, Instrumental knowledge.
  • Kedua, dalam paradigma ini, pengetahuan lebih dimaksudkan untuk menaklukan dan mendominasi obyeknya, yang dimaksud oleh Habermas sesungguhnya adalah paradigma positivisme. 
  • Ketiga, adanya kepercayaan universalisme dan generalisasi melalui determinisme.

Paulo Freire dalam "Pedegogy of the Oppresed" yang diterbitkan di Inggris (1970), tugas teori sosial menurut Freire adalah melakukan apa yang disebut sebagai conscientizacoo atau proses penyadaran terhadap sistem yang menindas yakni suatu sistem dan struktur dehumanisasi yang membunuh nilai kemanusiaan manusia. Proses dehumanisasi terjadi melalui kekerasan fisik dan non fisik penjinakan yang halus, struktur dan sistematis. Freire membagi ideologi perubahan sosial dengan mengacu pada dunia pendidikan yang memanusiakan manusia. Pertama, kesadaran magis, kesadaran yang mengembalikan semua persolan kemanusiaan kepada realitas di luar diri manusia (natural dan supra natuaral). Kedua, kesadaran naïf, kesadaran yang mengembalikan masalah kemanusiaan kepada manusia dengan tanpa mengaitkan antara hal yang satu dengan yang lainya, misalnya kemiskinan terjadi karena masyarakat malas, tidak mempunyai jiwa kewirausahaan. Ketiga, kesadaran kritis yang disebut juga kesadaran transformatif. Kesadaran yang sudah mampu melihat masalah kemanusiaan sebagai ketidakberesan antara sistem-sistem dalam masyarakat, misalnya kemiskinan terjadi bukan karena takdir tuhan atau karena kemalasan manusia melainkan karena sistem yang menindas.

Paradigma Fungsionalis
Merupakan sosiologi kemapanan, keteraturan, stabilitas sosial, keterpaduan sosial, kesetiakawanan, pemuasan kebutuhan. Paradigama dimulai pada dasawarsa abad 19 karena pengaruh karya Comte, Spencer, Durkheim, Pareto.

Paradigma Interpretatif
Pendekatan teori ini cenderung nominalis, anti positivis, dan idiografis, karena mereka beranggapan bahwa kenyataan sosial muncul karena dibentuk oleh kesadaran dan tindakan seseorang, karenanya mereka berusaha menyelami jauh kedalam kesadaran dan subyektifitas pribadi manusia untuk menemukan pengertian apa yang ada dibalik kehidupan sosial. Paradigma ini dipengaruhi oleh pemikiran sosial kaum idealis Jerman yang berasal dari pemikiran Immanuel Kant, penerusnya adalah penganut Filsafat fenimenologi yaitu Dilttey, Max Weber, Husser,dan Schucz.

Paradigma Humanis Radikal
Paradigma ini cenderung menghilangkan atau mengatasi berbagai pembatasan tatanan sosial yang ada, pandangan dasarnya adalah bahwa kesadaran manusia telah dibelenggu oleh suprastruktur-ideologis yang ada diluar diri manusia yang menciptakan pemisah antara dirinya dengan kesadaran yang murni (alienasi) atau membantu kesadaran palsu. Paradigma mengecam habis-habisan kemapanan kestabilan.

Paradigma Strukturalis Radikal
Fokus analisis paradigma ini adalah menekankan pada konflik struktur.


NURAMIN SALEH
KETUA UMUM BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS '45' MAKASSAR / 
KABID.PPPA HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HmI)
KOORDINATOR KOMISARIAT '45' MAKASSAR


Komentar

Postingan Populer