DIALEKTIKA MATERIALIS ~Jack Trotsky~
Bila masalah-masalahnya tidak
dibatasi sekedar tentang kehidupan sehari-hari, maka dialektika dapat memahami
masalah-masalah yang lebih rumit dan bisa mengerti proses-proses mendesak yang
harus diperbincangkan. Jadi, dialektika merupakan suatu pengetahuan mengenai
bentuk pemikiran, yang bukan fiksi atau mistik. Perbandingan antara logika
dialektik dan logika formal, dilihat dari bobotnya, menyerupai suatu hubungan
antara matematika tingkat tinggi dengan matematika tingkat rendah.
Disini aku akan mencoba untuk
membuat sketsa substansi masalah dalam sebuah format yang sangat ringkas.
Silogisme sederhana logika Aristotelesian bermula dari preposisi bahwa “A” sama
dengan “A”. Postulat tersebut diterima sebagai sebuah aksioma bagibanyak sekali
tindakan praktis manusia dan jenaralisasi-jeneralisasi elementer.Tapi, pada
kenyataannya, “A” bisa tidak sama dengan “A”. Hal tersebut mudahuntuk kita
buktikan jika kita meneliti dua huruf tersebut di bawah sebuah lensa pembesar _satu
dengan yang lainnya sama sekali berbeda. Namun, orang bisa saja berkeberatan
karena hal-hal lain (misalnya) semata-mata simbol bagi kwantitas-kwantitas yang
sederajat, contohnya, satu pon gula, masalahnya bukan ukuran atau bentuk
darihuruf-huruf tersebut. Keberatan tersebut tidaklah penting; pada
kenyataannya satu pon gula tidakpernahsama persis dengan satu pon gula lainnya
_ sebuah pengukuran yangtelitiselalu menyingkapkan adanya penyimpangan.
Lagi-lagi orang dapatberkeberatan : tapi satu pon gula adalah sama dengan
dirinya sendiri. Ini juga tidak benar _ semua bentukan tanpa bisa dicegah
berubah dalam ukuran, berat, warna, dan lain sebagainya. Semua tak pernah sama
dengan dirinya sendiri. Seorangsophis akan menganggap bahwa satu pon gula
adalah sama dengan dirinya sendiri “pada saattertentu”.
Terlepas dari nilai praksis yang
ekstrim, yang meragukan “aksioma” tersebut, ia takkan bertahan juga terhadap
kritisisme teoritis. Bagaimana kita seharusnya benar-benar memahami kata
“saat”? jika ia adalah interval waktu yang sangat kecil, maka satu pon gula
didudukkan sebagai sasaran selama berlangsungnya “sat” tersebut, dan oa tunduk pada perubahan-perubahan yang tak
dapat dielakkan. Atauapakah “saat” adalah sebuah abstraksi yang murni matematis
, yaitu, sebuah kehampaan yang terlepas dariwaktu? Tapi, semua hal eksis dalam
waktu; dan eksistensi sendiriadalah sebuah proses yang tak berhenti dari
transformasi; waktu secara konsekwen adalahsebuah elemen fundamental bagi
eksistens. Jadi aksioma “A” adalah sama dengan “A” _ yang menandai bahwa suatu
hal adalah sama dengan dirinya sendiri _berlakujika ia tidak berubah, itu
artinya jika ia tidak eksis.
Secara sepintas kelihatannya
“kepelikan-kepelikan tersebut tak ada gunanya. Dalam realita, hal-hal tersebut
sangat menentukan arti. Di satu sisi, aksioma “A” sama dengan “A” muncul
sebagai titik keberangkatan bagi semua pengetahuankita tapi, di sisi lain, ia
juga merupakan titikkeberangkatan segala kekeliruan dan kesalahan dalam
pengetahuan kita. Penggunaan aksioma “A”sama dengan “A” yang bebas
resikohanyalah mungkin jika ada batasan-batasan pasti. Ketika tugas-tugas
interupsi, intervensi atau gangguan yang adatidak berarti bagi
perubahan-perubahan kuantitatif “A”, maka kemudian kita bisa memperkirakan
bahwa “A”adalah sama dengan “A”. conthnya adalh cara ketika seorang pembeli dan
penjual memperhitungkan kepastian, kepastian satu pon gula: apakah kita tidak
harusmempertimbangkan suhu matahari? Sampaisaat ini, kita mempertimbangkan
kekuatan mata uang dolar dengan cara yang sama. Tetapi perubahanperubahan
kuantitatif, yang mendobrak batasan-batasanpasti, terkonversi
menjadikualitatif. Ketika satu pon gula tunduk pada tindakan suhu (matahari),
air, ataubensin, berhentu ialah menjadi satu pon gula. Satu dolar dari tangan
presiden berhenti sebagai satu dolar. Menentukan titik kritis pada saat yang
tepat, saat kwantitas berubahmenjadi kwalitas, adalah merupakan tugas yang
paling penting serta paling susah di dalam semua bidang pengetahuan, termasuk
sosiologi.
Setiap pekerja mengetahui bahwa
mustahil membuat dua benda yang sepenuhnya sama, karenanya diperkenankan adanya
sebuah deviasi atas kedua benda tersebut yang, bagaimanapun, tidak boleh
melewati batasa-batasan tertentu (itu yang disebut toleransi). Mengamati
norma-norma toleransi,intinya adalah mempertimbangkan kesetaraan (“A” adalah
sama dengan “A”). Saat toleransi menjadi berlebihan, maka kwantitas berlanjut
menjadi kwalitas; dengan kata lain, benda tersebut menjadi inferior atau
sepenuhnya tak berharga, rusak.
Pemikiran ilmiah kita hanyalah
salah satu bagian dari keseluruhan tindakan praktek kita, termasuk
teknik-teknik. Dalam konsep-konsep, eksisitensi “toleransi” juga diperkenankan.
Toleransi tersebut ditegakkan bukan dengan logika formal yang berasal dari
aksioma “A”sama dengan “A”, tapi dengan logika dialektik yang berasal dari
aksioma bahwa semua hal selalu berubah. “Akal sehat” dikarakterisasi oleh
kenyataan bahwa ia secara sistematis melampaui “toleransi” dialektik.
Pemikiran vulgar juga beroperasi
dalam konsep-konsep seperti kapitalisme, moral, kebebasan, negara pekerja, dan
lain sebagainya. Sebagai abstraksi-abstraksi pasti, diperkirakan bahwa
kapitalisme adalah sama dengan kapitalisme, moral adalah sama dengan moral, dan
seterusnya.pikiran dialektik menganalisa semua hal dan fenomena dalam
perubahannya yang terus menerus berlangsung, sambil menetapkan kondisi-kondisi
material bagi perubahan-perubahannya, yang batas-batas kritisnya di luar atau
tidak dalam pengertian “A” berhenti menjadi “A”, negara pekerja berhenti menjadi
negara pekerja.
Kekurangan fundamental pemikiran
vulgar terletak dalam kenyataan bahwa ia berharap dapat mengisidirinya sendiri
dengan cetakan tetap (tak berubah) suatu realitas _ yang, sebnarnya, mengandung
gerak abadi. Dengan cara memperketat perkiraan-perkiraan, koreksi-koreksi,
kongkritisasi; pemikiran dialektik memberikan sebuah kekayaan mengenai isi dan
fleksibelitas konsep-konsep; bahkan bisa aku katakan bahwa suatu kelambnan
dalam bidang tertentu membawanya lebih dekat pada fenomena yang nyata hidup.
Bukan kapitalisme secara keseluruhan, melainkan suatu kapitalisme tertentu pada
suatu tahap perkembangan tertentu. Bukan suatu negara pekerja secara
keseluruhan, tetapi suatu negara pekerja tertentu dalam sebuah negara
terbelakang, dalam sebuah pengepungan kaum imperialis, dan lain sebagainya.
Hubungan antar pemikiran dialektik
dengan pemikran vulgar, dengan cara yang sama, seperti analogi hubungan antara
film yang bergerak (motion picture) dengan
foto yang ajeg. Film yang bergerak tidak berada di luar hukum foto yang ajeg
tapi mengkombinasikan suatu urutan foto-foto tersebut yang sesuai dengan
hukum-hukum gerak. Dialektika tidak mengingkari silogisme, tapi mengajari kita
untuk menggabungkan silogisme dalam cara yang sedemikian rupa agar pengertian
kita bisa menjadi lebih dekat pada realitas yang berubah secara abadi. Dalam
bukunya, Logic, Hegel menetapkan satu
rangkaian ketentuan-ketentuan: perubahan kwantitas menjadi kualitas,
perkembangan melalui kontradiksi, konflik mengenai isi dan bentuk, interupsi terhadap
kontinuitas, perubahan kemungkinan menjadi hal yang tak dapat dihindarkan
(niscaya), dan lain sebagainya.., yang sama pentingnya bagi pemikiran teoritis,
sepenting silogisme sederhana dalam tugas-tugas yang lebih elementer.
Hegel menulis sebelum Darwin dan
Marx. Terima kasih Hegel pada dorongan kuat yang diberikan Revolusi Prancis
(pada perkembangan pemikiran) tercermin saatia mengantisipasi gerakan ilmu
pengetahuan secara menyeluruh. Tapi, karena hanyalah semata-mata suatu
antisipasi, meskipun dilakukan oleh seorang jenius, maka Hegel tak dapat
terlepas dari ciri idealismenya. Hegel mengoperasikan bayang-bayang ideologis
sebagai realitas terakhir. Marx menunjukkan bahwa gerak bayang-bayang ideologis
tersebut tidak merefleksikan apa-apa kecuali merupakan gerak dari tubuh-tubuh
materi.
Kita menamakan dialektika kita,
materialis, sebab ia tak berakar baik di surga maupun di kedalaman “kehendak
bebas” kita, melainkan dalam realitas objektif, dalam alam. Kesadaran timbul
dari bawah sadar, psikologi dari fisiologi, dunia organi dari dunia inorganik,
galaksi dari nebula. Ditiap undakan
tangga perkembangan tersebut, perubahan-perubahan kwantitatif ditransformasikan
menjadi kwalitatif. Pikiran kita,
temasuk pikiran dialektik, hanyalah suatu bentuk ekspresi zat yang berubah.
Dalam sistem ini tak tersedia tempat bagi metafisika, setan, jiwa akal, tidak
juga norma-norma abadi dari hukum dan moral. Dialektika pemikiran, yang timbul
dari dialektika alam, secara konsekwen
memiliki karakter yang seluruhnya
materialis. Darwinisme, yang menjelaskan evolusi spesies melalui transformasi
kwantitatif berlanjut menjadi kwalitatif, merupakan suatu kemenangan tertinggi
dialektika dalam seluruh lapangan yang mengurusi perkara organik. Kemenangan besar lainnya adalah penemuan
tabel berat atom unsur kimia dan transformasi lebih lanjut dari suatu
elemen menjadi elemen lainnya.
Secara erat
transformasi-transformasi tersebut (spesies, elemen, dan lain sebagainya)
berkaitan dengan masalah klasifikasi, sama pentingnya bagi ilmu alam juga ilmu
sosial. Sistem Linneaus (abad ke-18)
mempergunakan imutabilitas spesies sebagai titik awalnya, terbatas pada
deskripsi dan klasifikasi pertanian yang sesuai dengan
karakteristik-karakteristik abadinya.
Periode awal (kanak-kanak/infantil) botani adalah analogis dengan
periode awal logika, karena bentuk-bentuk pemikiran kita berkembang sperti
semuahal yang hidup. Hanya penyangkalan yang tak dapat disanggah _ dengan
ditemukannya perkembangan/ perubahan spesies yang ada sekarang, dengan adanya studi
mengenai sejarah evolusi peranian dan anatominya _ bisa menyiapkan basis bagi
suatu klasifikasi yang benar-benar ilmiah.
Marx, yang berbeda dengan Darwin,
adalah seorang dialektikus yang sadar, berhasil menemukan basis bagisuatu
klasifikasi ilmiah mengenai masyarakat-masyarakat manusia dalam
perkembangan tenaga-tenaga produktif dan
struktur kepemilikannya, yang membentuk anatomi masyarakat. Marxisme memberikan
substitusi _ berupa sebuah klasifikasidialektika materialis _ bagi klasifikasi
vulgar dalam menganalisa masyarakat dan negara yang, bahkan hingga sekarang,
masih tumbuh subur dalam berbagai universitas. Hanya dengan menggunakan metode
Marx lah dimungkinkan bisa ditentukan
secara benar apakah itu konsep mengenai sebuah negara pekerja maupun juga momen
keruntuhannya.
Kita lihat sendiri, semua itu sama
sekali tak mengandung hal-hal yang “metafisik” atau “skolastik” _ ungkapan
ketidaktahuan yang congkak. Logika dialektika mengungkapkan hukumgerak dalam
pemikiran ilmiah kontemporer, dan perjuangan menentangdialektika materialis,
sebaliknya, mencerminkan masa lalu yang berjarak, konservatisme borjuis kecil,
keangkuhan diri para pengusung rutinitas universitas, dan… sekilat harapan bagi
kehidupan yang berubah.
Komentar
Posting Komentar