BAB VI "KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI"
Telah kita bicarakan tentang hubungan antara individu
dengan masyarakat dimana kemerdekaan dan pembatas kemerdekaan saling
bergantungan, dan dimana perbaikan kondisi masyarakat tergantung pada
perencanaan manusia dan usaha-usaha bersamanya. Jika kemerdekaan dicirikan dalam
bentuk yang tidak bersyarat (kemerdekaan tak terbatas) maka sudah terang bahwa
setiap orang diperbolehkan mengejar dengan bebas segala keinginan pribadinya.
Akibatnya pertarungan keinginan yang bermacam-macam itu
satu sama lain dalam kekacauan atau anarchi (92:8-10). Sudah barang tentu
menghancurkan masyarakat dan meniadakan kemanusiaan sebab itu harus ditegakkan
keadilan dalam masyarakat (5:8). Siapakah yang harus menegakkan keadilan, dalam
masyarakat? Sudah barang pasti ialah masyarakat sendiri, tetapi dalam
prakteknya diperlukan adanya satu kelompok dalam masyarakat yang karena
kualitas-kualitas yang dimilikinya senantiasa mengadakan usaha-usaha menegakkan
keadilan itu dengan jalan selalu menganjurkan sesuatu yang bersifat kemanusiaan
serta mencegah terjadinya sesuatu yang berlawanan dengan kemanusiaan (2:104).
Kualitas terpenting yang harus dipunyainya, ialah rasa
kemanusiaan yang tinggi sebagai pancaran kecintaan yang tak terbatas pada
Tuhan. Di samping itu diperlukan kecakapan yang cukup. Kelompok orang-orang itu
adalah pimpinan masyarakat; atau setidak-tidaknya mereka adalah orang-orang
yang seharusnya memimpin masyarakat. Memimpin adalah menegakkan keadilan,
menjaga agar setiap orang memperoleh hak asasinya, dan dalam jangka waktu yang
sama menghormati kemerdekaan orang lain dan martabat kemanusiaannya sebagai
manifestasi kesadarannya akan tanggung jawab sosial.
Negara adalah bentuk masyarakat yang terpenting, dan
pemerintah adalah susunan masyarakat yang terkuat dan berpengaruh. Oleh sebab
itu pemerintah yang pertama berkewajiban menegakkan kadilan. Maksud semula dan
fundamental daripada didirikannya negara dan pemerintah ialah guna melindungi
manusia yang menjadi warga negara daripada kemungkinan perusakkan terhadap
kemerdekaan dan harga diri sebagai manusia sebaliknya setiap orang mengambil
bagian pertanggungjawaban dalam masalah-masalah atas dasar persamaan yang
diperoleh melalui demokrasi.
Pada dasarnya masyarakat dengan masing-masing pribadi
yang ada didalamnya haruslah memerintah dan memimpin diri sendiri (Hadist: “kullukum raain wakullukum mas uulun ‘an
raiyyatih” -Bukhari & Muslim). Oleh karena itu pemerintah haruslah merupakan
kekuatan pimpinan yang lahir dari masyarakat sendiri. Pemerintah haruslah
demokratis, berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, menjalankan
kebijaksanaan atas persetujuan rakyat berdasarkan musyawarah dan dimana
keadilan dan martabat kemanusiaan tidak terganggu (42:28, 42:42). Kekuatan yang
sebenarnya didalam negara ada ditangan rakyat, dan pemerintah harus bertanggung
jawab pada rakyat.
Menegakkan keadilan mencakup penguasaan atas
keinginan-keinginan dan kepentingan-kepentingan pribadi yang tak mengenal batas
(hawa nafsu). Adalah kewajiban dari negara sendiri dan kekuatan-kekuatan sosial
untuk menjunjung tinggi prinsip kegotongroyongan dan kecintaan sesama manusia.
Menegakkan keadilan adalah amanat rakyat kepada pemerintah yang musti
dilaksanakan (4:58). Ketaatan rakyat kepada pemerintah yang adil merupakan
ketaatan kepada diri sendiri yang wajib dilaksanakan. Didasari oleh sikap hidup
yang benar, ketaatan kapada pemerintah termasuk dalam lingkungan ketaatan
kepada Tuhan (Kebenaran Mutlak) dan Rasulnya (pengajar tentang Kebenaran)
(4:59). Pemerintah yang benar dan harus ditaati ialah mengabdi kepada kemanusiaan,
kebenaran dan akhirnya kepada Tuhan YME (5:45).
Perwujudan menegakkan keadilan yang terpenting dan
berpengaruh ialah menegakkan keadilan di bidang ekonomi atau pembagian kekeyaan
diantara anggota masyarakat. Keadilan menuntut agar setiap orang dapat bagian
yang wajar dari kekayaan atau rejeki. Dalam masyarakat yang tidak mengenal
batas-batas individual, sejarah merupakan perjuangan dialektis yang berjalan
tanpa kendali dari pertentangan-pertentangan golongan yang didorong oleh
ketidakserasian antara pertumbuhan kekuatan produksi disatu pihak dan
pengumpulan kekayaan oleh golongan-golongan kecil dengan hak-hak istimewa
dilain pihak (57:20). Karena kemerdekaan tak terbatas mendorong timbulnya
jurang-jurang pemisah antara kekayaan dan kemiskinan yang semakin dalam. Proses
selanjutnya - yaitu bila sudah mencapai batas maksimal - pertentangan golongan
itu akan menghancurkan sendi-sendi tatanan sosial dan membinasakan kemanusiaan
dan peradabannya (17:16).
Dalam masyarakat yang tidak adil, kekeyaan dan kemiskinan
akan terjadi dalam kualitas dan proporsi yang tidak wajar sekalipun realitas
selalu menunjukkan perbedaan-perbedaan antara manusia dalam kemampuan fisik
maupun mental namun dalam kemiskinan dalam masyarakat dengan pemerintah yang
tidak menegakkan keadilan adalah keadilan yang merupakan perwujudan dari
kezaliman. Orang-orang kaya menjadi pelaku daripada kezaliman
sedangkan orang-orang miskin dijadikan sasaran atau korbannya. Oleh karena itu
sebagai yang menjadi sasaran kezaliman, orang-orang miskin berada dipihak yang
benar. Pertentangan antara kaum miskin menjadi pertentangan antara kaum yang
menjalankan kezaliman dan yang dizalimi. Dikarenakan kebenaran pasti menang
terhadap kebhatilan, maka pertentangan itu disudahi dengan kemenangan tak
terhindar bagi kaum miskin, kemudian mereka memegang tampuk pimpinan dalam
masyarakat (4:160-161, 26:182-183, 2:279, 28:5).
Kejahatan di bidang ekonomi yang menyeluruh adalah
penindasan oleh kapitalisme. Dengan kapitalisme dengan mudah seseorang dapat
memeras orang-orang yang berjuang mempertahankan hidupnya karena kemiskinan,
kemudian merampas hak-haknya secara tidak sah, berkat kemampuannya untuk
memaksakan persyaratan kerjanya dan hidup kepada mereka. Oleh karena itu
menegakkan keadilan mencakup pemberantasan kapitalisme dan segenap usaha
akumulasi kekayaan pada sekelompok kecil masyarakat (2:278-279). Sesudah
syirik, kejahatan terbesar kepada kemanusiaan adalah penumpukan harta kekayaan
beserta penggunaanya yang tidak benar, menyimpang dari kepentingan umum, tidak mengikuti
jalan Tuhan (104:1-3). Maka menegakkan keadilan inilah membimbing manusia ke
arah pelaksanaan tata masyarakat yang akan memberikan kepada setiap orang
kesempatan yang sama untuk mengatur hidupnya secara bebas dan terhormat (amar
ma'ruf) dan pertentangan terus menerus terhadap segala bentuk penindasan kepada
manusia kepada kebenaran asasinya dan rasa kemanusiaan (nahi munkar). Dengan
perkataan lain harus diadakan restriksi-restriksi atau cara-cara memperoleh,
mengumpulkan dan menggunakan kekayaan itu. Cara yang tidak bertentangan dengan
kamanusiaan diperbolehkan (yang ma'ruf dihalalkan) sedangkan cara yang
bertentangan dengan kemanusiaan dilarang (yang munkar diharamkan) (3:110).
Pembagian ekonomi secara tidak benar itu hanya ada dalam
suatu masyarakat yang tidak menjalankan prisip Ketuhanan YME, dalam hal ini
pengakuan berketuhanan YME tetapi tidak melaksanakannya sama nilainya dengan
tidak berketuhanan sama sekali. Sebab nilai-nilai yang tidak dapat dikatakan
hidup sebelum menyatakan diri dalam amal perbuatan yang nyata (61:2-3).
Dalam suatu masyarakat yang tidak menjadikan Tuhan
sebagai satu-satunya tempat tunduk dan menyerahkan diri, manusia dapat
diperbudaknya antara lain oleh harta benda. Tidak lagi seorang pekerja
menguasai hasil pekerjaanya, tetapi justru dikuasai oleh hasil pekerjaan itu.
Produksi seorang buruh memperbesar kapital majikan dan kapital itu selanjutnya
lebih memperbudak buruh. Demikian pula terjadi pada majikan bukan ia menguasai
kapital tetapi kapital itulah yang menguasainya. Kapital atau kekayaan telah
menggenggam dan memberikan sifat-sifat tertentu seperti keserakahan, ketamakan
dan kebengisan.
Oleh karena itu menegakkan keadilan bukan saja dengan
amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana diterapkan dimuka, tetapi juga melalui
pendidikan yang intensif terhadap pribadi-pribadi agar tetap mencintai
kebenaran dan menyadari secara mendalam akan andanya tuhan. Sembahyang
merupakan pendidikan yang kontinyu, sebagai bentuk formil peringatan kepada
tuhan. Sembahyang yang benar akan lebih efektif dalam meluruskan dan
membetulkan garis hidup manusia. Sebagaimana ia mencegah kekejian dan
kemungkaran (29:45). Jadi sembahyang merupakan penopang hidup yang benar
(Hadist: “sembahyang adalah tiang agama.
Barangsiapa mengerjakannya berarti menegakkan agama. Barangsiapa
meninggalkannya berarti merobohkan agama” -Baihaqi). Sembahyang
menyelesaikan masalah - masalah kehidupan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang
ada secara instrinsik pada rohani manusia yang mendalam, yaitu kebutuhan
sepiritual berupa pengabdian yang bersifat mutlak (31:30). Pengabdian yang
tidak tersalurkan secara benar kepada tuhan YME tentu tersalurkan kearah
sesuatu yang lain. Dan membahayakan kemanusiaan. Dalam hubungan itu telah
terdahulu keterangan tentang syirik yang merupakan kejahatan fundamental
terhadap kemanusiaan.
Dalam masyarakat yang adil mungkin masih terdapat
pembagian manusia menjadi golongan kaya dan miskin. Tetapi hal itu terjadi
dalam batas - batas kewajaran dan kemanusian dengan pertautan kekayaan dan
kemiskinan yang mendekat. Hal itu sejalan dengan dibenarkannya pemilikan
pribadi (private ownership) atas harta kekayaan dan adanya perbedaan -
perbedaan tak terhindar dari pada kemampuan - kemampuan pribadi, fisik maupun
mental (30:37).
Walaupun demikian usaha - usaha kearah perbaikan dalam
pembagian rejeki ke arah yang merata tetap harus dijalankan oleh masyarakat.
Dalam hal ini zakat adalah penyelesaian terakhir masalah perbedaan kaya dan
miskin itu. Zakat dipungut dari orang - orang kaya dalam jumlah presentase
tertentu untuk dibagikan kepada orang miskin (9:60). Zakat dikenakan hanya atas
harta yang diperoleh secara benar, sah, dan halal saja. Sedang harta kekayaan
yang haram tidak dikenakan zakat tetapi harus dijadikan milik umum guna manfaat
bagi rakyat dengan jalan penyitaan oleh pemerintah. Oleh karena itu, sebelum
penarikan zakat dilakukan terlebih dahulu harus dibentuk suatu masyarakat yang
adil berdasarkan ketuhanan Tuhan Yang Maha Esa, dimana tidak lagi didapati cara
memperoleh kekayaan secara haram, dimana penindasan atas manusia oleh manusia
dihapuskan (2:188).
Sebagaimana ada ketetapan tentang bagaimana harta
kekayaan itu diperoleh, juga ditetapkan bagaimana mempergunakan harta kekayaan
itu. Pemilikan pribadi dibenarkan hanya jika hanya digunakan hak itu tidak
bertentangan, pemilikan pribadi menjadi batal dan pemerintah berhak mengajukan
konfiskasi.
Seorang dibenarkan mempergunakan harta kekayaan dalam
batas - batas tertentu, yaitu dalam batas tidak kurang tetapi juga tidak
melebihi rata - rata penggunaan dalam masyarakat (25:67). Penggunaan yang
berlebihan (tabzier atau israf) bertentangan dengan perikemanusiaan (17:26-27).
Kemewahan selalu menjadi provokasi terhadap pertentangan golongan dalam
masyarakat membuat akibat destruktif (17:16). Sebaliknya penggunaan kurang dari
rata-rata masyarakat (taqti) merusakkan diri sendiri dalam masyarakat disebabkan
membekunya sebagian dari kekayaan umum yang dapat digunakan untuk manfaat
bersama (47:38).
Hal itu semuanya merupakan kebenaran karena pada
hakekatnya seluruh harta kekayaan ini adalah milik Tuhan (10:55). Manusia
seluruhnya diberi hak yang sama atas kekayaan itu dan harus diberikan bagian
yang wajar dari padanya (7:10).
Pemilikan oleh seseorang (secara benar) hanya bersifat
relatif sebagai mana amanat dari Tuhan. Penggunaan harta itu sendiri harus
sejalan dengan yang dikehendaki tuhan, untuk kepentingan umum (57:7). Maka
kalau terjadi kemiskinan, orang - orang miskin diberi hak atas sebagian harta
orang - orang kaya, terutama yang masih dekat dalam hubungan keluarga
(70:24-25). Adalah kewajiban negara dan masyarakat untuk melindungi kehidupan
keluarga dan memberinya bantuan dan dorongan. Negara yang adil menciptakan
persyaratan hidup yang wajar sebagaimana yang diperlukan oleh pribadi-pribadi
agar diandan keluarganya dapat mengatur hidupnya secara terhormat sesuai dengan
kainginan-keinginannya untuk dapat menerima tanggungjawab atas
kegiatan-kegiatnnya. Dalam prakteknya, hal itu berarti bahwa pemerintah harus
membuka jalan yang mudah dan kesempatan yang sama kearah pendidikan, kecakapan
yang wajar kemerdekaan beribadah sepenuhnya dan pembagian kekayaan bangsa yang
pantas.
Komentar
Posting Komentar