Konsep Manusia dalam Alquran
Adanya manusia menurut al-Qur’an adalah karena sepasang manusia pertama yaitu
Bapak Adam dan Ibu Hawa. Disebutkan bahwa, dua insan ini pada awalnya hidup di
surga. Namun, karena melanggar perintah Allah maka mereka diturunkan ke bumi.
Setelah diturunkan ke bumi, sepasang manusia ini kemudian beranak-pinak,
menjaga dan menjadi wakil-Nya di dunia baru itu.
Tugas yang amat berat untuk menjadi penjaga bumi. Karena beratnya
tugas yang akan diemban manusia, maka Allah memberikan pengetahuan tentang
segala sesuatu pada manusia. Satu nilai lebih pada diri manusia, yaitu dianugerahi
pengetahuan. Manusia dengan segala kelebihannya kemudian ditetapkan menjadi
khalifah dibumi ini. Satu kebijakan Allah yang sempat ditentang oleh Iblis dan
dipertanyakan oleh para malaikat. Dan Allah berfirman: “....Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama mereka...”
(al-Baqarah ayat 33). Setelah Adam menyebutkan nama-nama itu pada malaikat,
akhirya Malaikatpun tahu bahwa manusia pada hakikatnya mampu menjaga dunia.
Dari uraian ini dapat dipahami bahwa manusia adalah makhluk paling
sempurna yang diciptakan Allah SWT. Dengan segala pengetahuan yang diberikan
Allah manusia memperoleh kedudukannya yang paling tinggi dibandingkan dengan
makhluk lainnya. Inipun dijelaskan dalam firman Allah SWT: “.....kemudian kami katakan kepada para Malaikat: Bersujudlah kamu
kepada Adam”; maka merekapun bersujud kecuali Iblis, dia enggan dan takabur dan
adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir” (al-Baqarah ayat 34).
Ini menunjukkan bahwa manusia memiliki keistimewaan dibanding makhluk Allah
yang lainnya, bahkan Malaikat sekalipun.
Menjadi menarik dari sini jika legitimasi kesempurnaan ini
diterapkan pada model manusia saat ini, atau manusia-manusia pada umumnya
selain mereka para Nabi dan orang-orang maksum. Para nabi dan orang-orang
maksum menjadi pengecualian karena sudah jelas dalam diri mereka terdapat kesempurnaan
diri, dan kebaikan diri selalu menyertai mereka. Lalu, kenapa pembahasan ini
menjadi menarik ketika ditarik dalam bahasan manusia pada umumnya.
Pertama,
manusia umumnya nampak lebih sering melanggar perintah Allah dan senang sekali melakukan
dosa.
Kedua, jika
demikian maka manusia semacam ini jauh di bawah standar malaikat yang selalu
beribadah dan menjalankan perintah Allah SWT, padahal dijelaskan dalam al-Qur’an
Malaikatpun sujud pada manusia. Kemudian,
ketiga, bagaimanakah mempertanggungjawabkan
firman Allah di atas, yang menyebutkan bahwa manusia adalah sebaik-baiknya
makhluk Allah.
Tiga hal inilah yang menjadi inti pembahasan ini. Dalam al-Qur’an
dijelaskan bahwa manusia memang memiliki kecenderungan untuk melanggar perintah
Allah, padahal Allah telah menjanjikannya kedudukan yang tinggi. Allah berfirman:
“Dan kalau Kami menghendaki sesungguhnya
Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada
dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah.............” (al-A’raaf, ayat
176). Dari ayat ini dapat dilihat bahwa sejak awal Allah menghendaki
manusia untuk menjadi hamba-Nya yang paling baik, tetapi karena sifat dasar
alamiahnya, manusia mengabaikan itu. Ini memperlihatkan bahwa pada diri manusia
itu terdapat potensi-potensi baik, namun karena potensi itu tidak didaya gunakan
maka manusia terjerebab dalam lembah kenistaan, bahkan terkadang jatuh pada
tingkatan di bawah hewan.
Satu hal yang tergambar dari uraian di atas adalah untuk mewujudkan
potensi-potensi itu, manusia harus benar-benar menjalankan perintah dan menjauhi
larangan-Nya. Dan tentu manusia mampu untuk menjalani ini. Sesuai dengan
firman-Nya: “Allah tidak akan membebani
seseorang melainkan dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikannya)
dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.......” (al-Baqarah
ayat 286). Jelas sekali bahwa Allah tidak akan membebani hamba-Nya dengan
kadar yang tak dapat dilaksanakan oleh mereka. Kemudian, bila perintah-perintah
Allah itu tak dapat dikerjakan, hal itu karena kelalaian manusia sendiri. “ Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam keadaan kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” Mengenai kelalaian manusia, melalui surat al-Ashr ini Allah selalu memperingatkan manusia untuk tidak menyia-nyiakan waktunya hanya untuk kehidupan dunia mereka saja. Bahkan Allah sampai bersumpah pada masa, untuk menekankan peringatan-Nya pada manusia. Namun, lagi-lagi manusia cenderung lalai dan mengumbar hawa nafsunya.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam keadaan kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” Mengenai kelalaian manusia, melalui surat al-Ashr ini Allah selalu memperingatkan manusia untuk tidak menyia-nyiakan waktunya hanya untuk kehidupan dunia mereka saja. Bahkan Allah sampai bersumpah pada masa, untuk menekankan peringatan-Nya pada manusia. Namun, lagi-lagi manusia cenderung lalai dan mengumbar hawa nafsunya.
Unsur-unsur dalam diri
manusia
Membahas sifat-sifat manusia tidaklah lengkap jika hanya menjelaskan
bagaimana sifat manusia itu, tanpa melihat gerangan apa di balik sifat-sifat
itu. Murtadha Muthahari di dalam bukunya Manusia
dan Alam Semesta sedikit menyinggung hal ini. Menurutnya fisik manusia terdiri
dari unsur mineral, tumbuhan, dan hewan. Dan hal ini juga dijelaskan di dalam
firman Allah : “Yang membuat segala
sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan memulai penciptaan manusia dai
tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air
mani).Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh
(ciptaan)Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati;
(tapi) kamu sedikit sekali bersyukur”.
(as-Sajdah ayat 7-9).
Sejalan dengan Muthahari dan ayat-ayat ini, maka manusia memiliki
unsur paling lengkap dibanding dengan makhluk Allah yang lain. Selain unsur
mineral, tumbuhan, dan hewan (fisis), ternyata manusia memiliki jiwa atau ruh.
Kombinasi inilah yang menjadikan manusia sebagai makhluk penuh potensial.
Jika unsur-unsur ditarik garis lurus maka, ketika manusia didominasi
oleh unsur fisisnya maka dapat dikatakan bahwa ia semakin menjauhi kehakikiannya.
Dan implikasinya, manusia semakin menjauhi Allah SWT. Tipe manusia inilah yang dalam
al-Qur’an di sebut sebagai al-Basyar, manusia jasadiyyah. Dan demikianpun
sebaliknya, semakin manusia mengarahkan keinginannya agar sejalan dengan
jiwanya, maka ia akan memperoleh tingkatan semakin tinggi. Bahkan dikatakan
oleh para sufi-sufi besar, manusia sebenarnya mampu melampaui malaikat, bahkan
mampu menyatu kembali dengan sang Khalik. Manusia seperti inilah yang disebut
sebagai al-insaniyyah.
Luar biasanya manusia jika ia mampu mengelola potensinya dengan
baik. Di dalam dirinya ada bagian-bagian yang tak dimiliki malaikat, hewan,
tumbuhan, dan mineral—satu persatu. Itu karena di dalam diri manusia
unsur-unsur makhluk Allah yang lain ada. Tidak salah bila dikatakan bahwa alam
semesta ini makrokosmos dan manusia adalah mikrokosmosnya.
Manusia adalah manusia dengan segala potensialitasnya. Ia dapat memilih mendayagunakan potensialitasnya atau mengabaikannya.
Manusia adalah manusia dengan segala potensialitasnya. Ia dapat memilih mendayagunakan potensialitasnya atau mengabaikannya.
Komentar
Posting Komentar