Edward Lee Thorndike dan Pemikirannya
Thorndike
berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika.
Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan
meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara
lain Educational Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904),
Animal Intelligence (1911), Ateacher’s Word Book (1921),Your City (1939), dan
Human Nature and The Social Order (1940).
Menurut
Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan
respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat
pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Pernyataan Thorndike ini
didasarkan pada hasil eksperimennya di laboratorium yang menggunakan beberapa
jenis hewan seperti kucing, anjing, monyet, dan ayam. Menurutnya, dari berbagai
situasi yang diberikan seekor hewan akan memberikan sejumlah respon, dan
tindakan yang dapat terbentuk bergantung pada kekuatan keneksi atau
ikatan-ikatan antara situasi dan respon tertentu. Kemudian ia menyimpulkan
bahwa semua tingkah laku manusia baik pikiran maupun tindakan dapat dianalisis
dalam bagian-bagian dari dua struktur yang sederhana, yaitu stimulus dan
respon. Dengan demikian, menurut pandangan ini dasar terjadinya belajar adalah
pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon. Oleh karena itu, menurut
Hudojo (dalam Asnaldi, 2008) teori Thondike ini disebut teori asosiasi.
Dari
eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum
belajar, diantaranya:
- Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
- Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
- Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
Hukum
ini dapat juga diartikan, suatu tindakan yang diikuti akibat yang menyenangkan,
maka tindakan tersebut cenderung akan diulangi pada waktu yang lain.
Sebaliknya, suatu tindakan yang diikuti akibat yang tidak menyenangkan, maka
tindakan tersebut cenderung akan tidak diulangi pada waktu yang lain. Dalam hal
ini, tampak bahwa hukum akibat tersebut ada hubungannya dengan pengaruh
ganjaran dan hukuman. Ganjaran yang diberikan guru kepada pekerjaan siswa
(misalnya pujian guru terhadap siswa yang dapat menyelesaikan soal matematika
dengan baik) menyebabkan peserta didik ingin terus melakukan kegiatan serupa.
Sedangkan hukuman yang diberikan guru atas pekerjaan siswa (misalnya celaan
guru terhadap hasil pekerjaan matematika siswa) menyebakan siswa tidak lagi
mengulangi kesalahannya. Namun perlu diingat, sering terjadi, bahwa hukuman
yang diberikan guru atas pekerjaan siswa justru membuat siswa menjadi malas
belajar dan bahkan membenci pelajaran matematika.
Selain hukum-hukum di atas, Thorndike juga mengemukakan konsep transfer belajar
yang disebutnya trasfer of training. Konsep ini maksudnya adalah penggunaan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa untuk menyelesaikan suatu masalah baru,
karena di dalam setiap masalah, ada unsur-unsur dalam masalah itu yang identik
dengan unsur-unsur pengetahuan yang telah dimiliki. Unsur-unsur yang identik
itu saling berasosiasi sehingga memungkinkan masalah yang dihadapi dapat
diselesaikan. Unsur-unsur yang saling berasosiasi itu membentuk satu ikatan
sehingga menggambarkan suatu kemampuan. Selanjutnya, setiap kemampuan harus
dilatih secara efektif dan dikaitkan dengan kemampuan lain. Misalnya, kemapuan
melakukan operasi aritmetik (penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan
pembagian) yang telah dimiliki siswa, haruslah dilatih terus dengan mengerjakan
soal-soal yang berikaitan dengan operasi aritmetik. Dengan demikian kemampuan
mengerjakan operasi aritmetika tersebut menjadi mantap dalam pikiran siswa.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa transfer belajar dapat tercapai dengan sering
melakukan latihan.
Aplikasi
Teori Thorndike dalam dunia pendidikan dan pengajaran
Menurut Thorndike praktek pendidikan harus dipelajari secara ilmiah dan praktek
pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Mengajar bukanlah
mengharapkan murid tahu apa yang diajarkan. Mengajar yang baik adalah : tahu
tujuan pendidikan, tahu apa yang hendak diajarkan artinya tahu materi apa yang
harus diberikan, respons yang akan diharapkan dan tahu kapan “hadiah”
selayaknya diberikan kepada peserta didik.
Beberapa aturan yang dibuat
Thorndike berhubungan dengan pengajaran:
- Perhatikan situasi peserta didik
- Perhatikan respons yang diharapkan dari situasi tersebut
- Ciptakan hubungan respons tersebut dengan sengaja, jangan mengharapkan hubungan terjadi dengan sendirinya
- Situasi-situasi yang sama jangan diindahkan sekiranya memutuskan hubungan tersebut.
- Buat hubungan sedemikian rupa sehingga menghasilkan perbuatan nyata dari peserta didik.
- Bila hendak menciptakan hubungan tertentu jangan membuat hubungan-hubungan lain yang sejenis.
- Ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Komentar
Posting Komentar