Agama Bukan Candu
Diantara masalah yang paling besar didalam kehidupan manusia adalah
masalah yang berkaitan dengan agama. Agama adalah tema paling penting
yang membangkitkan perhatian yang serius daripada masalah lainnya. Agama diakui
sebagai kebutuhan dasar dan paling fundamental bagi umat manusia.
Tidaklah salah dan berlebihan jika kita mendudukkan agama sebagai ajaran yang
punya dimensi vertical maupun horizontal, dalam artian , dia mengatur
hubungan sosial dan individual yang tidak bisa dipisahkan dalam satu hubungan
dengan kekuasaan “Tuhan”.
Melihat kedudukan agama secara demikian adalah wajar
jika agama lalu muncul sebagai diskursus sepanjang sejarah. Agama selalu
diharapkan sebagai paradigma alternatif dalam membingkai sejarah
sepanjang peradaban umat manusia. Untuk itu maka pluralisme agama saat ini
dimaknai sebagai dasar pijakan pengakuan eksistensialis masing-masing
agama bagi pencarian titik temu antar agama berdasarkan kesaman
nilai kemanusiaan universal.
Apalagi saat ini agama tidak hanya menjadi satu kajian
yang normative saja, tetapi agama sudah menjadi kekuatan spiritual.. Maksudnya
adalah agama normative dulunya hanya diartikan sebagai ajaran tentang
norma-norma ritual dengan penekanan pada penghayatan personal antara manusia
dengan Tuhan, sementara pada zaman modern ini agama dipandang mempunyai implikasi
sebagai kekuatan spiritual dalam kehidupan cultural manusia.
Namun yang tidak bisa dilupakan dalam era postmodern
adalah idikator trernd ekspresif dari pergolakan sosial yang cepat
berubah dan saling berganti dalam hitungan limit waktu yang sangat cepat..
Kecanggihan teknologi post industri abad ini telah menjadi saksi atas
progresifitas pergolakan sosial tersebut. Perubahan gerak sosial telah
menyebabkan terjadinya peralihan budaya yang menciptakan beragam makna
dalam memahami eksistensi kehidupan.
Pertanyaan yang patut ditanyakan kepada agama adalah masihkah
agama bisa survive diera postmodern ini ?. Jawaban yang paling mengejutkan
adalah pernyataan Will Durant, yang terkenal tidak percaya terhadap agama,
yaitu “agama memilki seratus jiwa. Segala sesuatu bila telah dibunuh, pada kali
pertama itu pun ia sudah mati untuk selam-lamuanya, kecuali agama. Sekiranya ia
seratus kali dibunuh, ia akan muncul lagi dan kembli setelah itu”13.
Seperti bisa kita amati saat ini, walaupun banyak rumah ibadah yang
sudah mulai ditinggalkan oleh pemeluk agama namun disisi lain telah berkembang
corak beragama baru. Seperti diungkap Sukidi14, ada kecenderungan baru dalam beragama
yang ia sebut sebagai “spiritualitas new age” ,yang celakanya, ritual
agamanya tidak mengikuti mekanisme ritual agama-agama besar didunia. Hal ini
bisa kita lacak, dari laporan beberapa penerbit buku yang mengatakan 80 %
bacaan masyarakat saat ini didominasi oleh hal-hal yang berbau religius—di
Barat buku-buku seperti ajaran Taoisme, Yoga dsb laku keras.
Hasrat spiritual inilah yang menjadi ciri khas New Agers
(istilah New Agers ini relatif lebih lazim dipakai dalam konteks gerakan
New Age, dibanding misalnya istilah New Age Adherents maupun New
Age Believers). Sebagai a new revivalist religious impulse directed
toward the esoteric/metaphysical/spiritualism..., hasrat spiritual New
Agers yang secara praktis adalah a free-flowing spiritual movement,
terartikulasi ke berbagai manuskrip metafisika-spiritualitas (Manuskrip Celestine,
baik The Celestine Prophecy maupun The Celestine Vision, Sophia
Perennis yang menjadi filsafatnya New Agers, paradigma The Tao
of... yang sangat ekspresif menjadi trend penerbitan judul buku-buku
ilmiah dan populer, The Aquarian Conspiracy yang menjadi buku pegangan New
Agers, hingga merambah ke "pendidikan spiritual" dan bahkan
klinik-klinik spiritual dengan beragam variasinya. Setelah melihat
kecenderungan arus besar budaya baru agama didunia, maka penulis masih yakin
bahwa sampai kapanpun manusia masih membutuhkan agama walaupun ada corak baru dalam
beragama.
“Kebutuhan-kebutuhan alamiah (fitriah) ialah hal-hal yang dibutuhkan
oleh manusia sebagai mannusia, dan samapai saat ini belum dapat diketahui
rahasianya. Misalnya keinginan manusia untuk mengetahui dan menyelidiki, untuk
menjadi terkenal dan menjadi tampan atau cantik, demikian pula keinginan untuk
memiliki keluarga ataupun keturunan. Kendati ia akan menghadapi kelelahan dan
keselitan karena itu semua, ia tetap ingin memperolehnya dan berusaha memenuhi
keinginan dirinya itu. Adapun mengenai apa sebabnya manusia menginginkan
pengetahuan dan keindahan (kecantikan),dan apa sebenarnya hakikat-hakikat
keinginan-keinginan tersebut, serta mengapa ia begitu menikmatinya; merupakan
pertanyaan-prttanyaan yang membutuhkan jawaban. Baik kita mampu menjawabnya
atau tidak ; keinginan-keinginan dan kebutuhan ini , pada kenyataannya tetap
ada pada diri manusia”15. Begitulah Muthahhari mengawali
pembahasannya mengenai , apa sebenarnya fitrah kemanusiaan itu ?.
Lalu, apakah agama juga masuk sebagai salah satu diantara fitrah
manusia ?. “Einstein mengatakan adanya bermacam-macam perasaan kejiwaan yang
telah menyebabkan pertumbuhan agama. Demikian pula bermacam-macam faktor telah
mendorong berbagai kelompok manusia untuk berpegang teguh pada agama.
Selanjutnya ia berkata bahwa perasaan takut pada manusia primitifadalah bahan
dasar kejiwaan bagi pertumbuhan agama—takut mati, takut lapar, takut
binatang-binatang buas dan penyakit”16 .
Untuk memahami lebih lanjut ada baiknya jika kita sajikan sekilas
pandangan Al Quran suci mengenai hal ini :
Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi
tenteram. (Q.S 13: 28).
Pembicaraan
kita selanjutnya akan berkisar disekitar kenyataan bahwa agama adalah
satu-satunya cara atau sarana untuk memenuhi semua kebutuhan dan dambaan
manusia, tak sesuatupun yang dapat menggantikan posisinya.
Diantara keistimewaan Islam ialah pengakuan yang diberikannya kepada
semua kecenderungan fitri dalam diri manusia, Islam tidak menolaknya. Inilah
kefitrian ajaran-ajaran dan dan peraturan-peraturan Islam, yakni keselarasan
peraturan-peraturan ini dengan fitrah manusia. Iman dan ibadah dalam Islam
bertujuan mendidik dan menyuburkan perasaan fitri yang bersemayam dalam jiwa
manusia. Demikian pula ajaran-ajaran Islami, semua serasi dan menyatu
dengannya. Dari sini kita dapati, bahwa Islam membentuk”Kepribadian Islami”
seseorang dengan akidah Islam. Dengan akidah itulah dibentuk diri dan
pemikirannya dalam menapaki hidup dan kehidupan di muka bumi.
catatan kaki :
13 Will Durant dalam bukunya The Lesson Of History dikutip oleh
Murthada Muthahhari Perspektif Al Qur’an Tentang Manusia dan Agama, ,Mizan,
Bandung 1998. cetakan X, halaman 41.
14 Sukidi dalam Spiritualisme New Age, Sumber tulisan tidak
bisa terlacak. Sebahagian penjelasan seputar Spiritualisme New Age diambil
dari tulisannya tersebut.
15 Murthada Muthahhari Perspektif Al Qur’an Tentang Manusia dan
Agama , halaman 42.
16 Murthada Muthahhari Perspektif Al Qur’an Tentang Manusia dan Agama
NURAMIN SALEH
KETUA UMUM BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM)
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS '45' MAKASSAR /
KABID.PPPA HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HmI)
KOORDINATOR KOMISARIAT '45' MAKASSAR
Komentar
Posting Komentar