BAB III KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR) DAN KEHARUSAN UNIVERSAL (TAKDIR)
Keikhlasan yang insani itu tidak mungkin ada tanpa
kemerdekaan. Kemerdekaan dalam arti kerja sukarela tanpa paksaan yang didorong
oleh kemauan yang murni, kemerdekaan dalam pengertian kebebasan memilih
sehingga pekerjaan itu benar-benar dilakukan sejalan dengan hati nurani.
Keikhlasan merupakan pernyataan kreatif kehidupan manusia yang berasal dari
perkembangan tak terkekang daripada kemauan baiknya. Keikhlasan adalah gambaran
terpenting daripada kehidupan manusia sejati. Kehidupan sekarang di dunia dan abadi
(external) berupa kehidupan kelak sesudah mati di akherat. Dalam aspek pertama
manusia melakukan amal perbuatan dengan baik dan buruk yang harus dipikul
secara individual, dan komunal sekaligus (8:25). Sedangkan dalam aspek kedua
manusia tidak lagi melakukan amal perbuatan, melainkan hanya menerima akibat
baik dan buruk dari amalnya dahulu di dunia secara individual. Di akherat tidak
terdapat pertanggung jawaban bersama, tapi hanya ada pertanggung jawaban
perseorangan yang mutlak (2:48, 31:33). Manusia dilahirkan sebagai individu,
hidup ditengah alam dan masyarakat sesamanya, kemudian menjadi individu
kembali.
Jadi individualitas adalah pernyataan asasi yang pertama
dan terakhir, dari pada kemanusiaan, serta letak kebenarannya daripada nilai
kemanusiaan itu sendiri. Karena individu adalah penanggung jawab terakhir dan
mutlak daripada awal perbuatannya, maka kemerdekaan pribadi, adalah haknya yang
pertama dan asasi.
Tetapi individualitas hanyalah pernyataan yang asasi dan
primer saja dari pada kemanusiaan. Kenyataan lain, sekalipun bersifat sekunder,
ialah bahwa individu dalam suatu hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya.
Manusia hidup ditengah alam sebagai makhluk sosial hidup ditengah sesama. Dari
segi ini manusia adalah bagian dari keseluruhan alam yang merupakan satu
kesatuan.
Oleh karena itu kemerdekaan harus diciptakan untuk
pribadi dalam kontek hidup ditengah masyarakat. Sekalipun kemerdekaan adalah
esensi daripada kemanusiaan, tidak berarti bahwa manusia selalu dan dimana saja
merdeka. Adanya batas-batas dari kemerdekaan adalah suatu kenyataan.
Batas-batas tertentu itu dikarenakan adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap
menguasai alam - hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat manusia
sendiri - yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung kepada kemauan manusia.
Hukum-hukum itu mengakibatkan adanya "keharusan
universal" atau "kepastian umum" dan “takdir” (57:22).
Jadi kalau kemerdekaan pribadi diwujudkan dalam kontek
hidup di tengah alam dan masyarakat dimana terdapat keharusan universal yang
tidak tertaklukan, maka apakah bentuk yang harus dipunyai oleh seseorang kepada
dunia sekitarnya? Sudah tentu bukan hubungan penyerahan, sebab penyerahan
berarti peniadaan terhadap kemerdekaan itu sendiri. Pengakuan akan adanya
keharusan universal yang diartikan sebagai penyerahan kepadanya sebelum suatu
usaha dilakukan berarti perbudakan. Pengakuan akan adanya kepastian umum atau
takdir hanyalah pengakuan akan adanya batas-batas kemerdekaan. Sebaliknya suatu
persyaratan yang positif daripada kemerdekaan adalah pengetahuan tentang adanya
kemungkinan-kemungkinan kretif manusia. Yaitu tempat bagi adanya usaha yang
bebas dan dinamakan "ikhtiar" artinya pilih merdeka.
Ikhtiar adalah kegiatan kemerdekaan dari individu, juga
berarti kegiatan dari manusia merdeka. Ikhtiar merupakan usaha yang ditentukan
sendiri dimana manusia berbuat sebagai pribadi banyak segi yang integral dan
bebas; dan dimana manusia tidak diperbudak oleh suatu yang lain kecuali oleh
keinginannya sendiri dan kecintaannya kepada kebaikan. Tanpa adanya kesempatan
untuk berbuat atau berikhtiar, manusia menjadi tidak merdeka dan menjadi tidak
bisa dimengerti untuk memberikan pertanggung jawaban pribadi dari amal
perbuatannya. Kegiatan merdeka berarti perbuatan manusia yang merubah dunia dan
nasibnya sendiri (13:11). Jadi sekalipun terdapat keharusan universal atau
takdir manusia dengan haknya untuk berikhtiar mempunyai peranan aktif dan
menentukan bagi dunia dan dirinya sendiri.
Manusia tidak dapat berbicara mengenai takdir suatu
kejadian sebelum kejadian itu menjadi kenyataan. Maka percaya kepada takdir
akan membawa keseimbangan jiwa tidak terlalu berputus asa karena suatu
kegagalan dan tidak perlu membanggakan diri karena suatu kemunduran. Sebab
segala sesuatu tidak hanya terkandung pada dirinya sendiri, melainkan juga
kepada keharusan yang universal itu (57:23).
Komentar
Posting Komentar